Senin, 10 Oktober 2011
Kamis, 06 Oktober 2011
Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh pemerintah yang berada di atasnya terhadap pemerintahan di bawahnya.
PEMPUS ==> PEMPROV ==> PEMKAB/PEMKOT ==> (KEC) ==> PEMDES.
Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan pada dasarnya masalah "kinerja pemerintahan". Meliputi : RAPERDA, Pelaksanaan Kebijakan, Pelatihan, Sosialisasi, dan Pemberdayaan Masyarakat.
DAU yang diberikan kepada pemda oleh PEMPUS tergantung kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah. Misalnya, adanya penyimpangan penggunaan anggaran di daerah sehingga DAU dikurangi oleh PEMPUS.
PEMPUS ==> PEMPROV ==> PEMKAB/PEMKOT ==> (KEC) ==> PEMDES.
Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan pada dasarnya masalah "kinerja pemerintahan". Meliputi : RAPERDA, Pelaksanaan Kebijakan, Pelatihan, Sosialisasi, dan Pemberdayaan Masyarakat.
DAU yang diberikan kepada pemda oleh PEMPUS tergantung kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah. Misalnya, adanya penyimpangan penggunaan anggaran di daerah sehingga DAU dikurangi oleh PEMPUS.
Selasa, 04 Oktober 2011
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah
Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleo pemerintah yang berada di atasnya terhadap pemerintahan di bawahnya.
. PEMPUS ==> PEMPROV ==> PEMKAB/PEMKOT ==> (KEC) ==> PEMDES.
Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan pada dasarnya masalah "kinerja pemerintahan". Meliputi : RAPERDA, Pelaksanaan Kebijakan, Pelatihan, Sosialisasi, dan Pemberdayaan Masyarakat.
DAU yang diberikan kepada pemda oleh PEMPUS tergantung kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah. Misalnya, adanya penyimpangan penggunaan anggaran di daerah sehingga DAU dikurangi oleh PEMPUS
. PEMPUS ==> PEMPROV ==> PEMKAB/PEMKOT ==> (KEC) ==> PEMDES.
Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan pada dasarnya masalah "kinerja pemerintahan". Meliputi : RAPERDA, Pelaksanaan Kebijakan, Pelatihan, Sosialisasi, dan Pemberdayaan Masyarakat.
DAU yang diberikan kepada pemda oleh PEMPUS tergantung kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah. Misalnya, adanya penyimpangan penggunaan anggaran di daerah sehingga DAU dikurangi oleh PEMPUS
Senin, 04 Juli 2011
Tanggung Jawab Pemerintah dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan penanngulangan bencana :
1. Pengurangan resiko bencana dan pemanduan.
2. Pengurangan reseiko bencana dengan program pembangunan.
3. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana.
4. Penjaminan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.
5. Pemulihan kondisi dari dampak bencana.
6. Pengalokasian anggaran penanngulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai.
7. Pemeliharaan arsip/ dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana:
a. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.
b. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana.
c. Penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah.
d. Penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain, badan-badan, atau pihak-pihak internasional lainnya.
1. Pengurangan resiko bencana dan pemanduan.
2. Pengurangan reseiko bencana dengan program pembangunan.
3. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana.
4. Penjaminan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.
5. Pemulihan kondisi dari dampak bencana.
6. Pengalokasian anggaran penanngulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai.
7. Pemeliharaan arsip/ dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana:
a. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.
b. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana.
c. Penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah.
d. Penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain, badan-badan, atau pihak-pihak internasional lainnya.
Tugas badan penanggulangan bencana daerah :
1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijkan pemerintah daerah dan BNPB terhadap usaha PB yang mencakup pencegahan bencana penanganan darurat, rehabilitasi, rekonstruksi, secara adil dan setara.
2. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanngulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Menyusun, menetapkan serta menginformasikan peta rawan bencana.
4. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanggulangan bencana.
5. Melaksanakan penyelenggaraan penggulangan bencana pada wilayahnya.
6. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana setiap sebulan sekali dalam keadaan normal dan setiap saat pada kondisi darurat bencana.
7. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.
8. Mempertanggungjabawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBD.
9. Melaksanakan kewajiban lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Fungsi badan penanggulangan bencana daerah :
a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien.
b. Pengkoordinasian pelaksana kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijkan pemerintah daerah dan BNPB terhadap usaha PB yang mencakup pencegahan bencana penanganan darurat, rehabilitasi, rekonstruksi, secara adil dan setara.
2. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanngulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Menyusun, menetapkan serta menginformasikan peta rawan bencana.
4. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanggulangan bencana.
5. Melaksanakan penyelenggaraan penggulangan bencana pada wilayahnya.
6. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana setiap sebulan sekali dalam keadaan normal dan setiap saat pada kondisi darurat bencana.
7. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.
8. Mempertanggungjabawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBD.
9. Melaksanakan kewajiban lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Fungsi badan penanggulangan bencana daerah :
a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien.
b. Pengkoordinasian pelaksana kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
Tugas unsur pelaksana secara terintegrasi meliputi :
1. Prabencana
Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan / mengurangi ancaman bahaya bencana dengan melakukan kegiatan pencegahan bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini.
2. Saat tanggap darurat
Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasaran dan sarana.
3. Pascabencana
Adalah serangkaian kegiatan perbaikan dan pemulihan semua aspek yang terkena bencana dengan melakukan kegiatan rehabilitasi, rekonstruksi dan pemulihan.
1. Prabencana
Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan / mengurangi ancaman bahaya bencana dengan melakukan kegiatan pencegahan bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini.
2. Saat tanggap darurat
Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasaran dan sarana.
3. Pascabencana
Adalah serangkaian kegiatan perbaikan dan pemulihan semua aspek yang terkena bencana dengan melakukan kegiatan rehabilitasi, rekonstruksi dan pemulihan.
PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Peringatan dini adalah serangkaian kegiata pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencanadengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, social dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana.
Wilayah bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana. Masyarakat adalah perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. Kelompok rentan adalah bayi, anak usia di bawah lima tahun, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota atau perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 18. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan BNPB, adalah lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat BPBD, adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana.
PRABENCANA
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap prabencana sebagaimana dimaksud meliputi:
a. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
b. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Situasi Tidak Terjadi Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud meliputi:
a. perencanaan penanggulangan bencana;
b. pengurangan risiko bencana;
c. pencegahan;
d. pemaduan;
d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e. persyaratan analisis risiko bencana;
f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g. pendidikan dan pelatihan; dan
h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:
a. pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
b. pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
c. analisis kemungkinan dampak bencana;
d. pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
e. penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan
f. alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:
a. BNPB untuk tingkat nasional;
b. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
c. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Rencana penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan wewenangannya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
Pengurangan risiko bencana sebagaimana dimaksud merupakan kegiatan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Pengurangan risiko bencana dilakukan melalui kegiatan:
a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
b. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
c. pengembangan budaya sadar bencana;
d. peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan
e. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.
Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana sebagaimana disusun secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu forum yang meliputi unsur dari Pemerintah, non pemerintah, masyarakat, dan lembaga usaha yang dikoordinasikan oleh BNPB. Rencana aksi nasional sebagaimana dimaksud pada ditetapkan oleh Kepala BNPB setelah dikoordinasikan dengan instansi/lembaga yang bertanggungjawab di bidang perencanaan pembangunan nasional.
Rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana sebagaimana disusun secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu forum yang meliputi unsur dari pemerintah daerah, non pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha di daerah yang bersangkutan yang dikoordinasikan oleh BPBD Rencana aksi daerah ditetapkan oleh kepala BPBD setelah dikoordinasikan dengan instansi/lembaga yang bertanggungjawab di bidang perencanaan pembangunan daerah dengan mengacu pada rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana Rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana ditetapkan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat ditinjau sesuai dengan kebutuhan.
Pencegahan , dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana. Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi ancaman bencana dan kerentanan pihak yang terancam bencana. Pencegahan dilakukan melalui kegiatan:
a. identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;
b. pemantauan terhadap: 1) penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam; 2) penggunaan teknologi tinggi.
c. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup;
d. penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Situasi Terdapat Potensi Terjadi Bencana Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situas terdapat potensi terjadi bencana meliputi: a. kesiapsiagaan; b. peringatan dini; dan c. mitigasi bencana.
Pemerintah melaksanakan kesiapsiagaan penanggulangan bencana untuk memastikan terlaksananya tindakan yang cepat dan tepat pada saat terjadi bencana. Pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan dilakukan oleh instansi/lembaga yang berwenang, baik secara teknis maupun administratif, yang dikoordinasikan oleh BNPB dan/atau BPBD dalam bentuk:
a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana;
b. pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini;
c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar;
d. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat;
e. penyiapan lokasi evakuasi;
f. penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan
g. penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana
Peringatan dini dilakukan untuk mengambil tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat.
Peringatan dini dilakukan dengan cara:
a. mengamati gejala bencana;
b. menganalisa data hasil pengamatan;
c. mengambil keputusan berdasarkan hasil analisa;
d. menyebarluaskan hasil keputusan; dan
e. mengambil tindakan oleh masyarakat.
Pengamatan gejala bencana dilakukan oleh instansi/lembaga yang berwenang sesuai dengan jenis ancaman bencananya, dan masyarakat untuk memperoleh data mengenai gejala bencana yang kemungkinan akan terjadi, dengan memperhatikan kearifan lokal.Instansi/lembaga yang berwenang
menyampaikan hasil analisis kepada BNPB dan/atau BPBD sesuai dengan lokasi dan tingkat bencana, sebagai dasar dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan peringatan dini.
Mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Kegiatan mitigasi bencana dilakukan melalui:
a. perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang yang berdasarkan pada analisis risiko bencana;
b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, dan tata bangunan; dan
c. penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, baik secara konvensional maupun modern.
TANGGAP DARURAT
Pengkajian secara cepat dan tepat dilakukan melalui identifikasi terhadap:
a. cakupan lokasi bencana;
b. jumlah korban bencana;
c. kerusakan prasarana dan sarana;
d. gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan; dan
e. kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
Penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana. Penentuan status keadaan darurat bencana untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh bupati/walikota.
Penerimaan dan penggunaan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik di lokasi bencana dilaksanakan di bawah kendali kepala BPBD kabupaten/kota. Dalam hal bencana tingkat provinsi, kepala BPBD provinsi yang terkena bencana, mengirimkan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik sesuai dengan kebutuhan ke lokasi bencana.
Pengadaan barang/jasa meliputi peralatan dan/atau jasa untuk:
a. pencarian dan penyelamatan korban bencana;
b. pertolongan darurat;
c. evakuasi korban bencana;
d. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
e. pangan;
f. sandang;
g. pelayanan kesehatan; dan
h. penampungan serta tempat hunian sementara.
BNPB menggunakan dana siap pakai yang ditempatkan dalam anggaran BNPB untuk pengadaan barang dan/atau jasa pada saat tanggap darurat bencana Dana siap pakai digunakan sesuai dengan kebutuhan anggap darurat bencana. Ketentuan mengenai sumber dan penggunaan dana siap pakai diatur dalam peraturan pemerintah tersendiri. BPBD yang telah menerima dana siap pakai wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada BNPB paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterima.
Kepala BNPB atau kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya wajib membuat laporan pertanggungjawaban uang dan/atau barang yang diterima dari masyarakat.
Laporan pertanggungjawaban disampaikan kepada:
a. Presiden bagi Kepala BNPB;
b. gubernur bagi kepala BPBD provinsi; dan
c. bupati/walikota bagi kepala BPBD kabupaten/kota.
d. Laporan pertanggungjawaban diinformasikan kepada publik.
Penyelamatan
Untuk memudahkan penyelamatan korban bencana dan harta benda, Kepala BNPB dan/atau kepala BPBD mempunyai kewenangan:
a. menyingkirkan dan/atau memusnahkan barang atau benda di lokasi bencana yang dapat membahayakan jiwa;
b. menyingkirkan dan/atau memusnahkan barang atau benda yang dapat mengganggu proses penyelamatan;
c. memerintahkan orang untuk keluar dari suatu lokasi atau melarang orang untuk memasuki suatulokasi;
d. mengisolasi atau menutup suatu lokasi baik milik publik maupun pribadi; dan
e. memerintahkan kepada pimpinan instansi/lembaga terkait untuk mematikan aliran listrik, gas, ataumenutup/membuka pintu air.
Pencarian dan pertolongan terhadap korban bencana dihentikan jika:
a. seluruh korban telah ditemukan, ditolong, dan dievakuasi; atau
b. setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak dimulainya operasi pencarian, tidak ada tanda-tanda korban akan ditemukan.
Penghentian pencarian dan pertolongan terhadap korban bencana dapat dibuka kembali dengan pertimbangan adanya informasi baru mengenai indikasi keberadaan korban bencana.
Dalam status keadaan darurat Kepala BNPB atau kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya mempunyai kemudahan akses berupa komando untuk memerintahkan sektor/lembaga dalam satu Komandan penanganan darurat bencana, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya, dalam melaksanakan komando pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik, dan penyelamatan mengendalikan para pejabat yang mewakili instansi/lembaga
Pada status keadaan darurat bencana, Komandan penanganan darurat bencana, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya mengaktifkan dan meningkatkan pusat pengendalian operasi menjadi pos komando tanggap darurat bencana. Pos komando berfungsi untuk mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi penanganan tanggap darurat bencana.
Penyelamatan Dan Evakuasi
Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana dilakukan melalui usaha dan kegiatan pencarian,pertolongan, dan penyelamatan masyarakat sebagai korban akibat bencana.Pencarian, pertolongan dan penyelamatan masyarakat terkena bencana dilaksanakan oleh tim reaksi cepat dengan melibatkan unsur masyarakat dibawah komando Komandan penanganan darurat bencana, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya.Dalam hal terjadi eskalasi bencana, BNPB dapat memberikan dukungan kepada BPBD untuk melakukan penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana Pertolongan darurat bencana diprioritaskan pada masyarakat terkena bencana yang mengalami luka parah dan kelompok rentan.
Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan:
a. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
b. pangan;
c. sandang;
d. pelayanan kesehatan;
e. pelayanan psikososial; dan
f. penampungan serta tempat hunian.
Perlindungan terhadap kelompok rentan dilakukan dengan memberikan prioritas kepada korban bencana yang mengalami luka parah dan kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Upaya perlindungan terhadap kelompok rentan dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan/atau kepala BPBD dengan pola pendampingan/fasilitasi. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital dilakukan oleh instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan/atau kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya.
PASCABENCANA
Rehabilitasi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan:
a. perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. pemulihan sosial psikologis;
e. pelayanan kesehatan;
f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
h. pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
j. pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonsiliasi dan Resolusi Konflik
Rekonsiliasi dan resolusi konflik ditujukan membantu masyarakat di daerah rawan bencana dan rawan konflik sosial untuk menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta memulihkan kondisi sosial kehidupan masyarakat. Kegiatan rekonsiliasi dan resolusi konflik dilakukan melalui upaya-upaya mediasi persuasif dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat terkait dengan tetap memperhatikan situasi, kondisi, dan karakter serta budaya masyarakat setempat dan menjunjung rasa keadilan. Pelaksanaan kegiatan rekonsiliasi dan resolusi konflik dilakukan oleh instansi/lembaga yang terkait berkoordinasi dengan BNPB atau BPBD sesuai dengan kewenangannya.
Rekonstruksi
Rekonstruksi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan:
a. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;
d. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
a. bencana;
e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
g. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana diperlukan sebagai upaya untuk memantau secara terusmenerus terhadap proses pelaksanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh unsur pengarah beserta unsur pelaksana BNPB dan/atau BPBD dan dapat melibatkan lembaga perencanaan pembangunan nasional dan daerah, sebagai bahan evaluasi menyeluruh dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Penyusunan laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh unsure pengarah dan unsur pelaksana BNPB dan/atau BPBD. Laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana digunakan untuk memverifikasi perencanaan program BNPB dan/atau BPBD.
Evaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan dalam rangka pencapaian standar minimum dan peningkatan kinerja penanggulangan bencana. Evaluasi dilakukan oleh unsur pengarah BNPB untuk penanganan bencana tingkat nasional dan unsure pengarah BPBD untuk penanganan bencana tingkat daerah.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Dalam hal bantuan untuk penanggulangan bencana berasal dari negara asing, BNPB wajib berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri. Ketentuan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Peringatan dini adalah serangkaian kegiata pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencanadengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, social dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana.
Wilayah bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana. Masyarakat adalah perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. Kelompok rentan adalah bayi, anak usia di bawah lima tahun, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota atau perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 18. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan BNPB, adalah lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat BPBD, adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana.
PRABENCANA
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap prabencana sebagaimana dimaksud meliputi:
a. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
b. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Situasi Tidak Terjadi Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud meliputi:
a. perencanaan penanggulangan bencana;
b. pengurangan risiko bencana;
c. pencegahan;
d. pemaduan;
d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e. persyaratan analisis risiko bencana;
f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g. pendidikan dan pelatihan; dan
h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:
a. pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
b. pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
c. analisis kemungkinan dampak bencana;
d. pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
e. penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan
f. alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:
a. BNPB untuk tingkat nasional;
b. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
c. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Rencana penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan wewenangannya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
Pengurangan risiko bencana sebagaimana dimaksud merupakan kegiatan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Pengurangan risiko bencana dilakukan melalui kegiatan:
a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
b. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
c. pengembangan budaya sadar bencana;
d. peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan
e. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.
Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana sebagaimana disusun secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu forum yang meliputi unsur dari Pemerintah, non pemerintah, masyarakat, dan lembaga usaha yang dikoordinasikan oleh BNPB. Rencana aksi nasional sebagaimana dimaksud pada ditetapkan oleh Kepala BNPB setelah dikoordinasikan dengan instansi/lembaga yang bertanggungjawab di bidang perencanaan pembangunan nasional.
Rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana sebagaimana disusun secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu forum yang meliputi unsur dari pemerintah daerah, non pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha di daerah yang bersangkutan yang dikoordinasikan oleh BPBD Rencana aksi daerah ditetapkan oleh kepala BPBD setelah dikoordinasikan dengan instansi/lembaga yang bertanggungjawab di bidang perencanaan pembangunan daerah dengan mengacu pada rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana Rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana ditetapkan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat ditinjau sesuai dengan kebutuhan.
Pencegahan , dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana. Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi ancaman bencana dan kerentanan pihak yang terancam bencana. Pencegahan dilakukan melalui kegiatan:
a. identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;
b. pemantauan terhadap: 1) penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam; 2) penggunaan teknologi tinggi.
c. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup;
d. penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Situasi Terdapat Potensi Terjadi Bencana Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situas terdapat potensi terjadi bencana meliputi: a. kesiapsiagaan; b. peringatan dini; dan c. mitigasi bencana.
Pemerintah melaksanakan kesiapsiagaan penanggulangan bencana untuk memastikan terlaksananya tindakan yang cepat dan tepat pada saat terjadi bencana. Pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan dilakukan oleh instansi/lembaga yang berwenang, baik secara teknis maupun administratif, yang dikoordinasikan oleh BNPB dan/atau BPBD dalam bentuk:
a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana;
b. pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini;
c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar;
d. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat;
e. penyiapan lokasi evakuasi;
f. penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan
g. penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana
Peringatan dini dilakukan untuk mengambil tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat.
Peringatan dini dilakukan dengan cara:
a. mengamati gejala bencana;
b. menganalisa data hasil pengamatan;
c. mengambil keputusan berdasarkan hasil analisa;
d. menyebarluaskan hasil keputusan; dan
e. mengambil tindakan oleh masyarakat.
Pengamatan gejala bencana dilakukan oleh instansi/lembaga yang berwenang sesuai dengan jenis ancaman bencananya, dan masyarakat untuk memperoleh data mengenai gejala bencana yang kemungkinan akan terjadi, dengan memperhatikan kearifan lokal.Instansi/lembaga yang berwenang
menyampaikan hasil analisis kepada BNPB dan/atau BPBD sesuai dengan lokasi dan tingkat bencana, sebagai dasar dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan peringatan dini.
Mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Kegiatan mitigasi bencana dilakukan melalui:
a. perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang yang berdasarkan pada analisis risiko bencana;
b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, dan tata bangunan; dan
c. penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, baik secara konvensional maupun modern.
TANGGAP DARURAT
Pengkajian secara cepat dan tepat dilakukan melalui identifikasi terhadap:
a. cakupan lokasi bencana;
b. jumlah korban bencana;
c. kerusakan prasarana dan sarana;
d. gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan; dan
e. kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
Penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana. Penentuan status keadaan darurat bencana untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh bupati/walikota.
Penerimaan dan penggunaan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik di lokasi bencana dilaksanakan di bawah kendali kepala BPBD kabupaten/kota. Dalam hal bencana tingkat provinsi, kepala BPBD provinsi yang terkena bencana, mengirimkan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik sesuai dengan kebutuhan ke lokasi bencana.
Pengadaan barang/jasa meliputi peralatan dan/atau jasa untuk:
a. pencarian dan penyelamatan korban bencana;
b. pertolongan darurat;
c. evakuasi korban bencana;
d. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
e. pangan;
f. sandang;
g. pelayanan kesehatan; dan
h. penampungan serta tempat hunian sementara.
BNPB menggunakan dana siap pakai yang ditempatkan dalam anggaran BNPB untuk pengadaan barang dan/atau jasa pada saat tanggap darurat bencana Dana siap pakai digunakan sesuai dengan kebutuhan anggap darurat bencana. Ketentuan mengenai sumber dan penggunaan dana siap pakai diatur dalam peraturan pemerintah tersendiri. BPBD yang telah menerima dana siap pakai wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada BNPB paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterima.
Kepala BNPB atau kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya wajib membuat laporan pertanggungjawaban uang dan/atau barang yang diterima dari masyarakat.
Laporan pertanggungjawaban disampaikan kepada:
a. Presiden bagi Kepala BNPB;
b. gubernur bagi kepala BPBD provinsi; dan
c. bupati/walikota bagi kepala BPBD kabupaten/kota.
d. Laporan pertanggungjawaban diinformasikan kepada publik.
Penyelamatan
Untuk memudahkan penyelamatan korban bencana dan harta benda, Kepala BNPB dan/atau kepala BPBD mempunyai kewenangan:
a. menyingkirkan dan/atau memusnahkan barang atau benda di lokasi bencana yang dapat membahayakan jiwa;
b. menyingkirkan dan/atau memusnahkan barang atau benda yang dapat mengganggu proses penyelamatan;
c. memerintahkan orang untuk keluar dari suatu lokasi atau melarang orang untuk memasuki suatulokasi;
d. mengisolasi atau menutup suatu lokasi baik milik publik maupun pribadi; dan
e. memerintahkan kepada pimpinan instansi/lembaga terkait untuk mematikan aliran listrik, gas, ataumenutup/membuka pintu air.
Pencarian dan pertolongan terhadap korban bencana dihentikan jika:
a. seluruh korban telah ditemukan, ditolong, dan dievakuasi; atau
b. setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak dimulainya operasi pencarian, tidak ada tanda-tanda korban akan ditemukan.
Penghentian pencarian dan pertolongan terhadap korban bencana dapat dibuka kembali dengan pertimbangan adanya informasi baru mengenai indikasi keberadaan korban bencana.
Dalam status keadaan darurat Kepala BNPB atau kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya mempunyai kemudahan akses berupa komando untuk memerintahkan sektor/lembaga dalam satu Komandan penanganan darurat bencana, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya, dalam melaksanakan komando pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik, dan penyelamatan mengendalikan para pejabat yang mewakili instansi/lembaga
Pada status keadaan darurat bencana, Komandan penanganan darurat bencana, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya mengaktifkan dan meningkatkan pusat pengendalian operasi menjadi pos komando tanggap darurat bencana. Pos komando berfungsi untuk mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi penanganan tanggap darurat bencana.
Penyelamatan Dan Evakuasi
Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana dilakukan melalui usaha dan kegiatan pencarian,pertolongan, dan penyelamatan masyarakat sebagai korban akibat bencana.Pencarian, pertolongan dan penyelamatan masyarakat terkena bencana dilaksanakan oleh tim reaksi cepat dengan melibatkan unsur masyarakat dibawah komando Komandan penanganan darurat bencana, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya.Dalam hal terjadi eskalasi bencana, BNPB dapat memberikan dukungan kepada BPBD untuk melakukan penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana Pertolongan darurat bencana diprioritaskan pada masyarakat terkena bencana yang mengalami luka parah dan kelompok rentan.
Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan:
a. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
b. pangan;
c. sandang;
d. pelayanan kesehatan;
e. pelayanan psikososial; dan
f. penampungan serta tempat hunian.
Perlindungan terhadap kelompok rentan dilakukan dengan memberikan prioritas kepada korban bencana yang mengalami luka parah dan kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Upaya perlindungan terhadap kelompok rentan dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan/atau kepala BPBD dengan pola pendampingan/fasilitasi. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital dilakukan oleh instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan/atau kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya.
PASCABENCANA
Rehabilitasi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan:
a. perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. pemulihan sosial psikologis;
e. pelayanan kesehatan;
f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
h. pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
j. pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonsiliasi dan Resolusi Konflik
Rekonsiliasi dan resolusi konflik ditujukan membantu masyarakat di daerah rawan bencana dan rawan konflik sosial untuk menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta memulihkan kondisi sosial kehidupan masyarakat. Kegiatan rekonsiliasi dan resolusi konflik dilakukan melalui upaya-upaya mediasi persuasif dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat terkait dengan tetap memperhatikan situasi, kondisi, dan karakter serta budaya masyarakat setempat dan menjunjung rasa keadilan. Pelaksanaan kegiatan rekonsiliasi dan resolusi konflik dilakukan oleh instansi/lembaga yang terkait berkoordinasi dengan BNPB atau BPBD sesuai dengan kewenangannya.
Rekonstruksi
Rekonstruksi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan:
a. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;
d. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
a. bencana;
e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
g. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana diperlukan sebagai upaya untuk memantau secara terusmenerus terhadap proses pelaksanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh unsur pengarah beserta unsur pelaksana BNPB dan/atau BPBD dan dapat melibatkan lembaga perencanaan pembangunan nasional dan daerah, sebagai bahan evaluasi menyeluruh dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Penyusunan laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh unsure pengarah dan unsur pelaksana BNPB dan/atau BPBD. Laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana digunakan untuk memverifikasi perencanaan program BNPB dan/atau BPBD.
Evaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan dalam rangka pencapaian standar minimum dan peningkatan kinerja penanggulangan bencana. Evaluasi dilakukan oleh unsur pengarah BNPB untuk penanganan bencana tingkat nasional dan unsure pengarah BPBD untuk penanganan bencana tingkat daerah.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Dalam hal bantuan untuk penanggulangan bencana berasal dari negara asing, BNPB wajib berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri. Ketentuan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Minggu, 03 Juli 2011
Teori-Teori Kependudukan
A. Teori Kependudukan
1. Teori Malthus (Thomas Robert Malthus)
Orang yang pertama-tama mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert Malthus yang hidup pada tahun 1776 – 1824. Kemudian timbul bermacam-macam pandangan sebagai perbaikan teori Malthus. Dalam edisi pertamanya Essay on Population tahun 1798 Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu :
a. Bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia
b. Nafsu manusia tak dapat ditahan.
Malthus juga mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup.
Dalil yang dikemukakan Malthus yaitu bahwa jumlah penduduk cenderung untuk meningkat secara geometris (deret ukur), sedangkan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara arismatik (deret hitung). Menurut pendapat Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia yaitu dengan jalan :
a. Preventive checks
Yaitu faktor-faktor yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang lazimnya dinamakan moral restraint. Termasuk didalamnya antara lain :
1) Penundaan masa perkawinan
2) Mengendalikan hawa nafsu
3) Pantangan kawin
b. Positive checks
Yaitu faktor-faktor yang menyebabkan bertambahnya kematian, termasuk di dalamnya antara lain :
1) Bencana Alam
2) Wabah penyakit
3) Kejahatan
4) Peperangan
Positive checks biasanya dapat menurunkan kelahiran pada negara-negara yang belum maju.
Teori yang dikemukakan Malthus terdapat beberapa kelemahan antara lain :
a. Malthus tidak yakin akan hasil preventive cheks.
b. Ia tak yakin bahwa ilmu pengetahan dapat mempertinggi produksi bahan makanan dengan cepat.
c. Ia tak menyukai adanya orang-orang miskin menjadi beban orang-orang kaya
d. Ia tak membenarkan bahwa perkembangan kota-kota merugikan bagi kesehatan dan moral dari orang-orang dan mengurangi kekuatan dari negara
Akan tetapi bagaimanapun juga teorinya menarik perhatian dunia, karena dialah yang mula-mula membahas persoalan penduduk secara ilmiah. Disamping itu essaynya merupakan methode untuk menyelesaikan atau perbaikan persoalan penduduk dan merupakan dasar bagi ilmu-ilmu kependudukan sekarang ini.
Beberapa Pandangan Terhadap Teori Malthus
Bermacam-macam reaksi timbul terhadap teori Malthus, baik dari golongan ahli ekonomi, sosial dan agama. Hingga saat ini teori Malthus masih dipersoalkan. Pada dasarnya pendapat-pendapat terhadap teori Malthus dapat dikelompokan sebagai berikut :
a. Teori Malthus salah sama sekali
Golongan ini menganggap Malthus mengabaikan peningkatan teknologi, penanaman modal, perencanaan produksi. Terhadap golongan yang tidak setuju, Malthus menjawab bahwa :
1) Tingkat pengembangan teknologi tidak sama diseluruh negara
2) Kemampuan yang berbeda-beda untuk mengadakan penanaman modal.
3) Faktor kesehatan rakyat dan pengaruhnya terhadap penghidupan sosio ekonomi kultural.
4) Masalah urbanisasi yang terdapat dimana-mana
5) Taraf pendidikan rakyat tidak sama
6) Proses-proses sosial yang menghambat kemajuan
7) Faktor komunikasi dan infrastruktur yang belum sama peningkatannya
8) Faktor-faktor sosial ekonomi serta pelaksanaan distribusinya
9) Kemampuan sumber alam tidak akan mampu terus menerus ditingkatkan menurut kemampuan manusia tanpa batas, melainkan akhirnya akan sampai pada suatu titik, dimana tidak dapat ditingkatkan lagi.
10) Masih banyak faktor lagi yang selalu tidak menguntungkan bagi keseimbangan peningkatan penduduk dengan produksi bahan-bahan sandang pangan
Teori Malthus tidak berlaku lagi bagi negara-negara barat, tetapi masih berlaku bagi negara-negara Asia.
b. Teori Malthus memang benar dan berlaku sepanjang masa.
Penganut golongan ini setuju dengan Teori Malthus, meskipun ada beberapa tambahan /revisi. Pengikut Malthus ini disebut Neo Malthusionism. Mereka beranggapan bahwa untuk mencapai tujuan hanya dengan moral restraint (berpuasa, menunda – perkawinan) adalah tidak mungkin. Mereka berpendapat bahwa untuk mencegah laju cepatnya peningkatan cacah jiwa penduduk harus dengan methode birth control dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Pengikut-pengikut teori Malthus antara lain :
1) Francis Flace (1771 – 1854)
Pada tahun 1882 menulis buku yang berjudul Illustration and Proofs of the population atau penjelasan dari bukti mengenai asas penduduk. Ia berpendapat bahwa pemakaian alat kontrasepsi tidak menurunkan martabat keluarga, tetapi manjur untuk kesehatan. Kemiskinan dan penyakit dapat dicegah.
2) Richard Callihie (1790 – 1843)
Ia menulis buku yang berjudul “What Is Love”, apakah cinta itu menurut dia - Mereka yang berkeluarga tidak perlu mempunyai jumlah anak yang lebih banyak dari pada yang dapat dipelihara dengan baik.
- Wanita yang kurang sehat tidak perlu menghadapi bahaya maut karena kehamilan
- Senggama dapat dipisahkan dari ketakutan akan kehamilan
3) Pengikut yang lain antara lain Any C. Besant (1847-1933)
Ia menulis buku yang berjudul “Hukum Penduduk, akibatnya dan artinya terhadap tingkah laku dan moral manusia”
4) Pengikut yang tidak dapat dilupakan lagi ialah dr. George Drysdale yang hidup tahun 1825 – 1904. Ia berpendapat bahwa keluarga berencana dapat dilakukan tanpa merugikan kesehatan dan moral. Menurut anggapannya kontrasepsi adalah untuk menegakkan moral masyarakat.
2. Aliran Marxist (Karl Marx dan Fried Engels)
Aliran ini tidak sependapat dengan Malthus (bila tidak dibatasi penduduk akan kekurangan makanan). Karl Marx dan Friedrich Engels (1834) adalah generasi sesudah Maltus. Paham Marxist umumnya tidak setuju dengan pandangan Maltus, karena menurutnya paham Maltus bertentangan dengan nurani manusia.
Dasar Pegangan Marxist adalah beranjak dari pengalaman bahwa manusia sepanjang sejarah akan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Beda pandangan Marxist dan Maltus adalah pada “Natural Resource” tidak bisa dikembangkan atau mengimbangi kecepatan pertumbuhan penduduk.Menurut Marxist tekanan penduduk di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan terhadap kesempatan kerja (misalnya di negara kapitalis). Marxist juga berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produk yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan penduduk.
Pendapat Aliran Marxist
a. Populasi manusia tidak menekan makanan, tapi mempengaruhi kesempatan kerja.
b. Kemeralatan bukan terjadi karena cepatnya pertumbuhan penduduk, tapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian hak para buruh
c. Semakin tinggi tingkat populasi manusia, semakin tinggi produktifitasnya, jika teknologi tidak menggantikan tenaga manusia sehingga tidak perlu menekan jumlah kelahirannya, ini berarti ia menolak teori Malthus tentang moral restraint untuk menekan angka kelahiran.
3. Aliran Neo-Malthusian (Garreth Hardin & Paul Ehrlich)
Pada abad 20 teori Malthus mulai diperdebatkan kembali. kelompok ini menyokong aliran Malthus, akan tetapi lebih radikal lagi dan aliran ini sangat menganjurkan untuk mengurangi jumlah penduduk dengan menggunakan cara-cara “Preventif Check” yaitu menggunakan alat kontrasepsi.
Tahun 1960an dan 1970an foto-foto telah diambil dari ruang angkasa dengan menunjukkan bumi terlihat seperti sebuah kapal yang berlaya dengan persediaan bahan bakar dan bahan makanan yang terbatas. Pada suatu saat kapal ini akan kehabisan bahan bakar dan bahan makanan tersebut sehingga akhirnya malapetaka menimpa kapal tersebut.
Tahun 1871 Ehrlich menulis buku “The Population Bomb” dan kemudian direvisi menjadi “The Population Explotion” yg berisi:
a. Sudah terlalu banyak manusia di bumi ini.
b. Keadaan bahan makanan sangat terbatas.
c. Lingkungan rusak sebab populasi manusia meningkat.
Analisis ini dilengkapi oleh Meadow (1972), melalui buku “The Limit to Growth” ia menarik hubungan antara variabel lingkungan (penduduk, produksi pertanian, produksi industri, sumber daya alam) dan polusi. Tapi walaupun begitu, melapetaka tidak dapat dihindari, hanya manusia cuma menunggunya, dan membatasi pertumbuhannya sambil mengelola alam dengan baik.
Kritikan terhadap Meadow umumnya dilakukan oleh sosiolog yang menyindir Meadow karena tidak mencantumkan variabel sosial-budaya dalam penelitiannya. Karena itu Mesarovic dan Pestel (1974) merevisi gagasan Meadow & mencantumkan hubungan lingkungan antar kawasan.
4. Teori Kependudukan Kontemporer
1). Teori Fisiologi dan sosial ekonomi
a. John Stuart Mill
John Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Namun demikian dia berpendapat bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya. Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seorang tinggi ia cenderung ingin memiliki keluarga kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi taraf hidup (standard of living) merupakan determinan fertilitas. Tidaklah benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan (seperti dikatakn Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis (seperti pendapat Marx) dengan mengatakan “The niggardline of nature, not the injustice of society is the cause of the penalty attached to everpopulation (Week, 1992).
Kalau suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanyalah bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu : mengimpor bahan makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain.
Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahirann ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan tingkat golongan yang tidak mampu. Dengan meningkatnya pendidikan penduduk maka secara rasional maka mereka mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai dengan karier dan usaha yang ada. Di sampan itu Mill berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banya, dan apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah.
b. Arsene Dumont
Arsene Dumont seorang ahli demografi bangsa Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1980 dia menulis sebuah artikel berjudul Depopulation et Civilization. Ia melancarkan teori penduduk baru yang disebut dengan teori kapilaritas sosial (theory of social capilarity). Kapilaritas sosial mengacu kepada keinginan seseorang untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, misalnya: seorang ayah selalu mengharapkan dan berusaha agar anaknya memperoleh kedudukan sosial ekonomi yang tinggi melebihi apa yang dia sendiri telah mencapainya. Untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, keluarga yang besar merupakan beban yang berat dan perintang. Konsep ini dibuat berdasarkan atas analogi bahwa cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler.
Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi, dimana tiap-tiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat. Di negara Perancis pada abad ke-19 misalnya, dimana system demokrasi sangat baik, tiap-tiap orang berlomba mencapai kedudukan yang tinggi dan sebagai akibatnya angka kelahiran turun dengan cepat. Di negara sosialis dimana tidak ada kebebasanuntuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, system kapilaritas sosial tidak dapat berjalan dengan baik.
c. Emili Durkheim
Emile Durkheim adalah seorang ahli sosiologis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, maka Durkheim menekankan perhatiannya pada keadaan akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi (Weeks, 1992). Ia mengatakan, akibat dari tingginya pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan diantara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam memenangkan persaingan tiap-tiap tiap-tiap orang berusaha untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan, dan mengambil spesialisasi tertentu, keadaan seperti ini jelas terlihat pada kehidupan masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.
Apabila dibandingkan antara kehidupan masyarakat tradisional dan masyarakat perkotaan, akan terlihat bahwa pada masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan dalam memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya. Hal ini disebabkan ada masyarakat industri tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduknya tinggi. Tesis dari Durkheim ini didasarkan atas teori evolusi dari Darwin dan juga pemikiran dari Ibn Khaldun.
d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday
Kedua ahli ini adalah penganut teori fisiologis. Sadler mengemukakan, bahwa daya reproduksi manusia dibatasi oleh jumlah penduduk yang ada di suatu wilyah atau negara. Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, daya reproduksi manusia akan menungkat.
Thomson (1953) meragukan kebenaran teori ini setelah melihat keadaan di Jawa, India dan Cina dimana penduduknya sangat padat, tetapi pertumbuhan penduduknya juga tinggi. Dalam hal ini Malthus lebih konkret argumentasinya dari pada Sadler. Malthus mengatakan bahwa penduduk disuatu daerah dapat mempunyai tingkat fertilitas yang tinggi, tetapi dalam pertumbuhan alaminya rendah karena tingginya tingkat kematian. Namun demikian, penduduk tidak dapat mempunyai fertilitas tinggi, apabila tidak mempunyai kesuburan (fecunditas) yang tinggi, tetapi penduduk dengan tingkat kesuburan tinggi dapat juga tingkat fertilitasnya rendah.
Teori Doubleday hamper sama dengan teori Sadler, hanya titik tolaknya berbeda. Kalau Sadler mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan tingkat kepadatan penduduk, maka Doubleday berpendapat bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Jadi kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Jika suatu jenis makhluk diancam bahaya, mereka akan mempertahankan diri dengan segala daya yang mereka miliki. Mereka akan mengimbanginya dengan daya reproduksi yang lebih besar (Iskandar, 1980).
Menurut Doubleday, kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang bagiu daya reproduksi manusia, sedang kelebihan pangan justru merupakan faktor penegkang perkembangan penduduk. Dalam golongan masyarakat yang berpendapatan rendah, seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar, sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan yang lebih baik biasanya jumlah keluarganya kecil.
Rupa-rupanya teori fisiologis ini banyak diilhami dari teori aksi an reaksi dalam meninjau perkembangan penduduk suatu negara atau wilayah. Teori ini dapat menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat mortalitas penduduk semakin tinggi pula tingkat produksi manusia.
e. Herman Khan
Pandangan yang suram dan pesimis dari Mlthus beserta penganut-penganutnya ditentang keras oleh kelompok teknologi. Mereka beranggapan manusia dengan ilmu pengetahuannya mampu melipatgandakan produksi pertanian. Mereka mampu mengubah kembali (recycling) barang-barang yang sudah habis dipakai, sampai akhirnya dunia ketiga mengakhiri masa transisi demografinya.
Ahli futurology Herman Kahn (1976) mengatakan bahwa negara-negara kaya akan membantu negara-negara miskin, dan akhirnya kekayaan itu akan jatuh kepada orang-orang miskin. Dalam beberapa decade tidak akan terjadi lagi perbedaan yang mencolok antara umat manusia di dunia ini.
Dengan tingkat teknologi yang ada sekarang ini mereka memperkirakan bahwa dunia ini mampu menampung 15 milliun orang dengan pendapatan melebihi Amerika Serikat dewasa ini. Dunia tidak akan kehabisan sumber daya alam, karen seluruh bumi ini terdiri dari mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus terjadi dan era ini disebut dengan era substitusi. Mereka mengkritik bahwa The Limit to Growth bukan memcahkan masalah tetapi memperbesar permasalahan tersebut.
Kelompok Malthus dan kelompok teknologi mendapat kritik dari kelompok ekonomi, karena kedua-duanya tidak memperhatikan masalah-masalah organisasi sosial dimana distribusi pendapatan tidak merata. Orang-orang miskin yang kelaparan, karena tidak meratanya distribusi pendapatan di negara-negara tersebut. Kejadian seperti ini di Brasilia, dimana Pendapatan Nasional (GNP) tidak dinikmati oleh rakyat banyak adalahsalah satu contoh dari ketimpangan organisasi sosial tersebut.
2). Teori Teknologi
Kelompok ini muncul untuk menolak pandangan Malthus yang pesimis dalam melihat perkembangan dunia.Teori ini dimotori oleh Herman Khan, ia berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara berkembang akan dapat diatasi jika negara maju dapat membantu daerah miskin, sehingga kekayaan dan kemampuan daerah hidup itu akan didapatkan oleh orang-orang miskin.Ia beranggapan bahwa teknologi maju akan mampu melakukan pemutaran ulang terhadap nasib manusia pada suatu masa yang disebut ‘Era Substitusi’.
5. Teori Transisi Kependudukan
Tahap Peralihan keadaan demografis:
1. Tingkat kelahiran dan kematian tinggi. Penduduk tetap/naik sedikit. anggaran kesehatan meningkat. Penemuan obat obatan semakin maju. Angka kelahiran tetap tinggi.
2. Angka kematian menurun,tingkat kelahiran masih tinggi—pertumbuhan penduduk meningkat. Adanya Urbanisasi., usia kawin meningkat. ,Pelayanan KB > Luas., pendidikan meningkat.
3. Angka kematian terus menurun, angka kelahiran menurun - laju pertumbuhan penduduk menurun.
4. Kelahiran dan kematian pada tingkat rendah pertumbuhan penduduk kembali seperti kategori I - mendekati nol. Keempat kategori ini akan didialami oleh negara yang sedang melaksanakan pembangunan ekonomi.
Struktur & persebaran penduduk Membahas :
- komposisi penduduk
- Persebaran penduduk.
kegunaan pengelompokan penduduk:
1. Mengetahui human resources yg ada menurut umur & jenis.
2. Mengambil suatu kebijakan yg berhub dengan penduduk.
3. Membandingkan kead satu penduduk dengan penduduk lain
4. Melalui gambaran piramid pddk dapat diket proses demografi yg telah terjadi pada penduduk
Penerapan Transisi kependudukan Yang mencerminkan kenaikan taraf hidup rakyat di suatu negara adalah besarnya tabungan dan akumulasi kapital dan laju pertumbuhan penduduknya. Laju pertumbuhan yang sangat cepat di banyak negara sedang berkembang nampaknya disebabkan oleh fase atau tahap transisi demografi yang dialaminya. Negara-negara sedang berkembang mengalami fase transisi demografi di mana angka kelahiran masih tinggi sementara angka kematian telah menurun. Kedua hal ini disebabkan karena kemajuan pelayanan kesehatan yang menurun angka kematian balita dan angka tahun harapan hidup. Ini terjadi pada fase kedua dan ketiga dalam proses kependudukan. Umumnya ada empat tahap dalam proses transisi, yaitu:
Tahap 1: Masyarakat pra-industri, di mana angka kelahiran tinggi dan angka kematian tinggi menghasilkan laju pertambahan penduduk rendah;
Tahap 2: Tahap pembangunan awal, di mana kemajuan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik menghasilkan penurunan angka kelahiran tak terpengaruh karena jumlah penduduk naik.
Tahap 3: Tahap pembangunan lanjut, di mana terjadi penurunan angka kematian balita, urbanisasi, dan kemajuan pendidikan mendorong banyak pasangan muda berumah tangga menginginkan jumlah anak lebih sedikit hingga menurunkan angka kelahiran. Pada tahap ini laju pertambahan penduduk mungkin masih tinggi tetapi sudah mulai menurun;
Tahap 4: Kemantapan dan stabil, di mana pasangan-pasangan berumah tangga melaksanakan pembatasan kelahiran dan mereka cenderung bekerja di luar rumah. Banyaknya anak cenderung hanya 2 atau 3 saja hingga angka pertambahan neto penduduk sangat rendah atau bahkan mendekati nol
1. Teori Malthus (Thomas Robert Malthus)
Orang yang pertama-tama mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert Malthus yang hidup pada tahun 1776 – 1824. Kemudian timbul bermacam-macam pandangan sebagai perbaikan teori Malthus. Dalam edisi pertamanya Essay on Population tahun 1798 Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu :
a. Bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia
b. Nafsu manusia tak dapat ditahan.
Malthus juga mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup.
Dalil yang dikemukakan Malthus yaitu bahwa jumlah penduduk cenderung untuk meningkat secara geometris (deret ukur), sedangkan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara arismatik (deret hitung). Menurut pendapat Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia yaitu dengan jalan :
a. Preventive checks
Yaitu faktor-faktor yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang lazimnya dinamakan moral restraint. Termasuk didalamnya antara lain :
1) Penundaan masa perkawinan
2) Mengendalikan hawa nafsu
3) Pantangan kawin
b. Positive checks
Yaitu faktor-faktor yang menyebabkan bertambahnya kematian, termasuk di dalamnya antara lain :
1) Bencana Alam
2) Wabah penyakit
3) Kejahatan
4) Peperangan
Positive checks biasanya dapat menurunkan kelahiran pada negara-negara yang belum maju.
Teori yang dikemukakan Malthus terdapat beberapa kelemahan antara lain :
a. Malthus tidak yakin akan hasil preventive cheks.
b. Ia tak yakin bahwa ilmu pengetahan dapat mempertinggi produksi bahan makanan dengan cepat.
c. Ia tak menyukai adanya orang-orang miskin menjadi beban orang-orang kaya
d. Ia tak membenarkan bahwa perkembangan kota-kota merugikan bagi kesehatan dan moral dari orang-orang dan mengurangi kekuatan dari negara
Akan tetapi bagaimanapun juga teorinya menarik perhatian dunia, karena dialah yang mula-mula membahas persoalan penduduk secara ilmiah. Disamping itu essaynya merupakan methode untuk menyelesaikan atau perbaikan persoalan penduduk dan merupakan dasar bagi ilmu-ilmu kependudukan sekarang ini.
Beberapa Pandangan Terhadap Teori Malthus
Bermacam-macam reaksi timbul terhadap teori Malthus, baik dari golongan ahli ekonomi, sosial dan agama. Hingga saat ini teori Malthus masih dipersoalkan. Pada dasarnya pendapat-pendapat terhadap teori Malthus dapat dikelompokan sebagai berikut :
a. Teori Malthus salah sama sekali
Golongan ini menganggap Malthus mengabaikan peningkatan teknologi, penanaman modal, perencanaan produksi. Terhadap golongan yang tidak setuju, Malthus menjawab bahwa :
1) Tingkat pengembangan teknologi tidak sama diseluruh negara
2) Kemampuan yang berbeda-beda untuk mengadakan penanaman modal.
3) Faktor kesehatan rakyat dan pengaruhnya terhadap penghidupan sosio ekonomi kultural.
4) Masalah urbanisasi yang terdapat dimana-mana
5) Taraf pendidikan rakyat tidak sama
6) Proses-proses sosial yang menghambat kemajuan
7) Faktor komunikasi dan infrastruktur yang belum sama peningkatannya
8) Faktor-faktor sosial ekonomi serta pelaksanaan distribusinya
9) Kemampuan sumber alam tidak akan mampu terus menerus ditingkatkan menurut kemampuan manusia tanpa batas, melainkan akhirnya akan sampai pada suatu titik, dimana tidak dapat ditingkatkan lagi.
10) Masih banyak faktor lagi yang selalu tidak menguntungkan bagi keseimbangan peningkatan penduduk dengan produksi bahan-bahan sandang pangan
Teori Malthus tidak berlaku lagi bagi negara-negara barat, tetapi masih berlaku bagi negara-negara Asia.
b. Teori Malthus memang benar dan berlaku sepanjang masa.
Penganut golongan ini setuju dengan Teori Malthus, meskipun ada beberapa tambahan /revisi. Pengikut Malthus ini disebut Neo Malthusionism. Mereka beranggapan bahwa untuk mencapai tujuan hanya dengan moral restraint (berpuasa, menunda – perkawinan) adalah tidak mungkin. Mereka berpendapat bahwa untuk mencegah laju cepatnya peningkatan cacah jiwa penduduk harus dengan methode birth control dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Pengikut-pengikut teori Malthus antara lain :
1) Francis Flace (1771 – 1854)
Pada tahun 1882 menulis buku yang berjudul Illustration and Proofs of the population atau penjelasan dari bukti mengenai asas penduduk. Ia berpendapat bahwa pemakaian alat kontrasepsi tidak menurunkan martabat keluarga, tetapi manjur untuk kesehatan. Kemiskinan dan penyakit dapat dicegah.
2) Richard Callihie (1790 – 1843)
Ia menulis buku yang berjudul “What Is Love”, apakah cinta itu menurut dia - Mereka yang berkeluarga tidak perlu mempunyai jumlah anak yang lebih banyak dari pada yang dapat dipelihara dengan baik.
- Wanita yang kurang sehat tidak perlu menghadapi bahaya maut karena kehamilan
- Senggama dapat dipisahkan dari ketakutan akan kehamilan
3) Pengikut yang lain antara lain Any C. Besant (1847-1933)
Ia menulis buku yang berjudul “Hukum Penduduk, akibatnya dan artinya terhadap tingkah laku dan moral manusia”
4) Pengikut yang tidak dapat dilupakan lagi ialah dr. George Drysdale yang hidup tahun 1825 – 1904. Ia berpendapat bahwa keluarga berencana dapat dilakukan tanpa merugikan kesehatan dan moral. Menurut anggapannya kontrasepsi adalah untuk menegakkan moral masyarakat.
2. Aliran Marxist (Karl Marx dan Fried Engels)
Aliran ini tidak sependapat dengan Malthus (bila tidak dibatasi penduduk akan kekurangan makanan). Karl Marx dan Friedrich Engels (1834) adalah generasi sesudah Maltus. Paham Marxist umumnya tidak setuju dengan pandangan Maltus, karena menurutnya paham Maltus bertentangan dengan nurani manusia.
Dasar Pegangan Marxist adalah beranjak dari pengalaman bahwa manusia sepanjang sejarah akan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Beda pandangan Marxist dan Maltus adalah pada “Natural Resource” tidak bisa dikembangkan atau mengimbangi kecepatan pertumbuhan penduduk.Menurut Marxist tekanan penduduk di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan terhadap kesempatan kerja (misalnya di negara kapitalis). Marxist juga berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produk yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan penduduk.
Pendapat Aliran Marxist
a. Populasi manusia tidak menekan makanan, tapi mempengaruhi kesempatan kerja.
b. Kemeralatan bukan terjadi karena cepatnya pertumbuhan penduduk, tapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian hak para buruh
c. Semakin tinggi tingkat populasi manusia, semakin tinggi produktifitasnya, jika teknologi tidak menggantikan tenaga manusia sehingga tidak perlu menekan jumlah kelahirannya, ini berarti ia menolak teori Malthus tentang moral restraint untuk menekan angka kelahiran.
3. Aliran Neo-Malthusian (Garreth Hardin & Paul Ehrlich)
Pada abad 20 teori Malthus mulai diperdebatkan kembali. kelompok ini menyokong aliran Malthus, akan tetapi lebih radikal lagi dan aliran ini sangat menganjurkan untuk mengurangi jumlah penduduk dengan menggunakan cara-cara “Preventif Check” yaitu menggunakan alat kontrasepsi.
Tahun 1960an dan 1970an foto-foto telah diambil dari ruang angkasa dengan menunjukkan bumi terlihat seperti sebuah kapal yang berlaya dengan persediaan bahan bakar dan bahan makanan yang terbatas. Pada suatu saat kapal ini akan kehabisan bahan bakar dan bahan makanan tersebut sehingga akhirnya malapetaka menimpa kapal tersebut.
Tahun 1871 Ehrlich menulis buku “The Population Bomb” dan kemudian direvisi menjadi “The Population Explotion” yg berisi:
a. Sudah terlalu banyak manusia di bumi ini.
b. Keadaan bahan makanan sangat terbatas.
c. Lingkungan rusak sebab populasi manusia meningkat.
Analisis ini dilengkapi oleh Meadow (1972), melalui buku “The Limit to Growth” ia menarik hubungan antara variabel lingkungan (penduduk, produksi pertanian, produksi industri, sumber daya alam) dan polusi. Tapi walaupun begitu, melapetaka tidak dapat dihindari, hanya manusia cuma menunggunya, dan membatasi pertumbuhannya sambil mengelola alam dengan baik.
Kritikan terhadap Meadow umumnya dilakukan oleh sosiolog yang menyindir Meadow karena tidak mencantumkan variabel sosial-budaya dalam penelitiannya. Karena itu Mesarovic dan Pestel (1974) merevisi gagasan Meadow & mencantumkan hubungan lingkungan antar kawasan.
4. Teori Kependudukan Kontemporer
1). Teori Fisiologi dan sosial ekonomi
a. John Stuart Mill
John Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Namun demikian dia berpendapat bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya. Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seorang tinggi ia cenderung ingin memiliki keluarga kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi taraf hidup (standard of living) merupakan determinan fertilitas. Tidaklah benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan (seperti dikatakn Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis (seperti pendapat Marx) dengan mengatakan “The niggardline of nature, not the injustice of society is the cause of the penalty attached to everpopulation (Week, 1992).
Kalau suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanyalah bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu : mengimpor bahan makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain.
Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahirann ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan tingkat golongan yang tidak mampu. Dengan meningkatnya pendidikan penduduk maka secara rasional maka mereka mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai dengan karier dan usaha yang ada. Di sampan itu Mill berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banya, dan apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah.
b. Arsene Dumont
Arsene Dumont seorang ahli demografi bangsa Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1980 dia menulis sebuah artikel berjudul Depopulation et Civilization. Ia melancarkan teori penduduk baru yang disebut dengan teori kapilaritas sosial (theory of social capilarity). Kapilaritas sosial mengacu kepada keinginan seseorang untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, misalnya: seorang ayah selalu mengharapkan dan berusaha agar anaknya memperoleh kedudukan sosial ekonomi yang tinggi melebihi apa yang dia sendiri telah mencapainya. Untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, keluarga yang besar merupakan beban yang berat dan perintang. Konsep ini dibuat berdasarkan atas analogi bahwa cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler.
Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi, dimana tiap-tiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat. Di negara Perancis pada abad ke-19 misalnya, dimana system demokrasi sangat baik, tiap-tiap orang berlomba mencapai kedudukan yang tinggi dan sebagai akibatnya angka kelahiran turun dengan cepat. Di negara sosialis dimana tidak ada kebebasanuntuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, system kapilaritas sosial tidak dapat berjalan dengan baik.
c. Emili Durkheim
Emile Durkheim adalah seorang ahli sosiologis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, maka Durkheim menekankan perhatiannya pada keadaan akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi (Weeks, 1992). Ia mengatakan, akibat dari tingginya pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan diantara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam memenangkan persaingan tiap-tiap tiap-tiap orang berusaha untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan, dan mengambil spesialisasi tertentu, keadaan seperti ini jelas terlihat pada kehidupan masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.
Apabila dibandingkan antara kehidupan masyarakat tradisional dan masyarakat perkotaan, akan terlihat bahwa pada masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan dalam memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya. Hal ini disebabkan ada masyarakat industri tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduknya tinggi. Tesis dari Durkheim ini didasarkan atas teori evolusi dari Darwin dan juga pemikiran dari Ibn Khaldun.
d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday
Kedua ahli ini adalah penganut teori fisiologis. Sadler mengemukakan, bahwa daya reproduksi manusia dibatasi oleh jumlah penduduk yang ada di suatu wilyah atau negara. Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, daya reproduksi manusia akan menungkat.
Thomson (1953) meragukan kebenaran teori ini setelah melihat keadaan di Jawa, India dan Cina dimana penduduknya sangat padat, tetapi pertumbuhan penduduknya juga tinggi. Dalam hal ini Malthus lebih konkret argumentasinya dari pada Sadler. Malthus mengatakan bahwa penduduk disuatu daerah dapat mempunyai tingkat fertilitas yang tinggi, tetapi dalam pertumbuhan alaminya rendah karena tingginya tingkat kematian. Namun demikian, penduduk tidak dapat mempunyai fertilitas tinggi, apabila tidak mempunyai kesuburan (fecunditas) yang tinggi, tetapi penduduk dengan tingkat kesuburan tinggi dapat juga tingkat fertilitasnya rendah.
Teori Doubleday hamper sama dengan teori Sadler, hanya titik tolaknya berbeda. Kalau Sadler mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan tingkat kepadatan penduduk, maka Doubleday berpendapat bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Jadi kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Jika suatu jenis makhluk diancam bahaya, mereka akan mempertahankan diri dengan segala daya yang mereka miliki. Mereka akan mengimbanginya dengan daya reproduksi yang lebih besar (Iskandar, 1980).
Menurut Doubleday, kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang bagiu daya reproduksi manusia, sedang kelebihan pangan justru merupakan faktor penegkang perkembangan penduduk. Dalam golongan masyarakat yang berpendapatan rendah, seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar, sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan yang lebih baik biasanya jumlah keluarganya kecil.
Rupa-rupanya teori fisiologis ini banyak diilhami dari teori aksi an reaksi dalam meninjau perkembangan penduduk suatu negara atau wilayah. Teori ini dapat menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat mortalitas penduduk semakin tinggi pula tingkat produksi manusia.
e. Herman Khan
Pandangan yang suram dan pesimis dari Mlthus beserta penganut-penganutnya ditentang keras oleh kelompok teknologi. Mereka beranggapan manusia dengan ilmu pengetahuannya mampu melipatgandakan produksi pertanian. Mereka mampu mengubah kembali (recycling) barang-barang yang sudah habis dipakai, sampai akhirnya dunia ketiga mengakhiri masa transisi demografinya.
Ahli futurology Herman Kahn (1976) mengatakan bahwa negara-negara kaya akan membantu negara-negara miskin, dan akhirnya kekayaan itu akan jatuh kepada orang-orang miskin. Dalam beberapa decade tidak akan terjadi lagi perbedaan yang mencolok antara umat manusia di dunia ini.
Dengan tingkat teknologi yang ada sekarang ini mereka memperkirakan bahwa dunia ini mampu menampung 15 milliun orang dengan pendapatan melebihi Amerika Serikat dewasa ini. Dunia tidak akan kehabisan sumber daya alam, karen seluruh bumi ini terdiri dari mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus terjadi dan era ini disebut dengan era substitusi. Mereka mengkritik bahwa The Limit to Growth bukan memcahkan masalah tetapi memperbesar permasalahan tersebut.
Kelompok Malthus dan kelompok teknologi mendapat kritik dari kelompok ekonomi, karena kedua-duanya tidak memperhatikan masalah-masalah organisasi sosial dimana distribusi pendapatan tidak merata. Orang-orang miskin yang kelaparan, karena tidak meratanya distribusi pendapatan di negara-negara tersebut. Kejadian seperti ini di Brasilia, dimana Pendapatan Nasional (GNP) tidak dinikmati oleh rakyat banyak adalahsalah satu contoh dari ketimpangan organisasi sosial tersebut.
2). Teori Teknologi
Kelompok ini muncul untuk menolak pandangan Malthus yang pesimis dalam melihat perkembangan dunia.Teori ini dimotori oleh Herman Khan, ia berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara berkembang akan dapat diatasi jika negara maju dapat membantu daerah miskin, sehingga kekayaan dan kemampuan daerah hidup itu akan didapatkan oleh orang-orang miskin.Ia beranggapan bahwa teknologi maju akan mampu melakukan pemutaran ulang terhadap nasib manusia pada suatu masa yang disebut ‘Era Substitusi’.
5. Teori Transisi Kependudukan
Tahap Peralihan keadaan demografis:
1. Tingkat kelahiran dan kematian tinggi. Penduduk tetap/naik sedikit. anggaran kesehatan meningkat. Penemuan obat obatan semakin maju. Angka kelahiran tetap tinggi.
2. Angka kematian menurun,tingkat kelahiran masih tinggi—pertumbuhan penduduk meningkat. Adanya Urbanisasi., usia kawin meningkat. ,Pelayanan KB > Luas., pendidikan meningkat.
3. Angka kematian terus menurun, angka kelahiran menurun - laju pertumbuhan penduduk menurun.
4. Kelahiran dan kematian pada tingkat rendah pertumbuhan penduduk kembali seperti kategori I - mendekati nol. Keempat kategori ini akan didialami oleh negara yang sedang melaksanakan pembangunan ekonomi.
Struktur & persebaran penduduk Membahas :
- komposisi penduduk
- Persebaran penduduk.
kegunaan pengelompokan penduduk:
1. Mengetahui human resources yg ada menurut umur & jenis.
2. Mengambil suatu kebijakan yg berhub dengan penduduk.
3. Membandingkan kead satu penduduk dengan penduduk lain
4. Melalui gambaran piramid pddk dapat diket proses demografi yg telah terjadi pada penduduk
Penerapan Transisi kependudukan Yang mencerminkan kenaikan taraf hidup rakyat di suatu negara adalah besarnya tabungan dan akumulasi kapital dan laju pertumbuhan penduduknya. Laju pertumbuhan yang sangat cepat di banyak negara sedang berkembang nampaknya disebabkan oleh fase atau tahap transisi demografi yang dialaminya. Negara-negara sedang berkembang mengalami fase transisi demografi di mana angka kelahiran masih tinggi sementara angka kematian telah menurun. Kedua hal ini disebabkan karena kemajuan pelayanan kesehatan yang menurun angka kematian balita dan angka tahun harapan hidup. Ini terjadi pada fase kedua dan ketiga dalam proses kependudukan. Umumnya ada empat tahap dalam proses transisi, yaitu:
Tahap 1: Masyarakat pra-industri, di mana angka kelahiran tinggi dan angka kematian tinggi menghasilkan laju pertambahan penduduk rendah;
Tahap 2: Tahap pembangunan awal, di mana kemajuan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik menghasilkan penurunan angka kelahiran tak terpengaruh karena jumlah penduduk naik.
Tahap 3: Tahap pembangunan lanjut, di mana terjadi penurunan angka kematian balita, urbanisasi, dan kemajuan pendidikan mendorong banyak pasangan muda berumah tangga menginginkan jumlah anak lebih sedikit hingga menurunkan angka kelahiran. Pada tahap ini laju pertambahan penduduk mungkin masih tinggi tetapi sudah mulai menurun;
Tahap 4: Kemantapan dan stabil, di mana pasangan-pasangan berumah tangga melaksanakan pembatasan kelahiran dan mereka cenderung bekerja di luar rumah. Banyaknya anak cenderung hanya 2 atau 3 saja hingga angka pertambahan neto penduduk sangat rendah atau bahkan mendekati nol
Jumat, 04 Maret 2011
Pengentasan kemiskinan berbasis masyarakat
Masalah kemiskinan dan upaya pemerintah dalam menanggulangi
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional / Susenas 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan “buatan” terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.
Salah satu upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah melalui kegiatan pengembangan perekonomian berbasis kerakyatan yang dilakukan melalui upaya pemberdayaan masyarakat berbasis sumber daya lokal, yang mana melalui PNPM – MP merupakan program Nasional yang menjadi kerangka kebijakan dan acuan pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan lokakarya PNPM – MP merupakan salah satu program Nasional yang menjadi kerangka kebijakan dan acuan pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan yang diperoleh dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan bagi masyarakat perencanaan dan pengelolaan sumberdaya dan wilayah, meningkatkan kapasitas SDM masyarakat, kelembagaan dan aparatur dalam mengembangkan kultur kewirausahaan guna peningkatan modal sosial dan akses kredit mikro berbasis sumber daya lokal, dengan sasaran kepada kelompok masyarakat Kelautan dan Perikanan yang tinggal di pesisir dan memiliki kegiatan usaha di bidang Perikanan dan Kelautan.
Hingga saat ini sudah banyak cara yang dilakukan terutama oleh pemerintah untuk mengatasi kemiskinan. Berikut ini adalah beberapa langkah yang telah dilakukan bangsa Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan.
a) Pada tahun 2005, pemerintah meluncurkan Program Kompensasi Penghapusan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) untuk membantu kalangan tidak mampu menghadapi laju inflansi saat itu yang sangat tinggi akibat dinaikkannya harga BBM hingga 126 %.
b) Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diluncurkan pada tahun 2005. Dana BOS bertujuan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Terlebih lagi, untuk mengurangi beban keluarga yang kurang mampu. Pada tahun 2008, alokasi Dana BOS mencapai Rp 10,5 Triliun. Untuk tahun 2009 terdapat kenaikan hampir 50 % lebih besar dari tahun sebelumnya menjadi Rp 16 Triliun.
c) Program BLT (Bantuan Langsung Tunai) dilaksanakan pada bulan September 2005. Sasaran program ini adalah rumah tangga sasaran yang di data oleh BPS (Badan Pusat Statistik) sejumlah 19,1 Juta. BLT tanpa syarat ini diberikan sebesar Rp 100.000/bulan dan dalam setiap tahap dibayarkan 3 bulan sekali sebesar Rp 300.000.
d) Pada tahun 2006, diperkenalkan Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan bagian program percepatan penanggulangan kemiskinan melalui penyaliran bantuan tunai bersyarat (Conditional Cash Transfer) kepada 620.000 rumah tangga sangat miskin. Program ini di bawah pengawasan Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial, Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial (Banjamsos) Depsos.
e) Pada tahun 2009, pemerintah telah memberikan anggaran sebesar Rp 66,2 Triliun untuk mengurangi kemiskinan. Anggaran ini bertujuan mengurangi angka kemiskinan dari 15,4 % pada tahun 2008 menjadi 12-14 % pada tahun 2009.
Pengentasan kemiskinan melalui pengembangan UKM
Semenjak terjadinya krisis ekonomi kemarin, sektor UMKM seperti naik daun. Kemampuan sektor ini menahan goncangan krisis dibandingkan perusahan-perusahaan besar, membuat ada keyakinan bahwa masa depan perekonomian Indonesia berada di sektor ini. Usaha mengembangkan UMKM juga bukan merupakan barang baru. Sejak dulu upaya ini telah ada, di zaman Orde Baru, upaya pengembangan UMKM dikaitkan dengan upaya pemerataan. Dulu ada program KUK, KIK maupun orang tua asuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan keberadaan UMKM. Selama masa reformasi pun UMKM mendapat perhatian serius, Pemerintahan BJ Habibie berani mengeluarkan dana hingga Rp 20 triliun atau sebanding dengan 10% dana APBN dalam upaya pengembangan UMKM. Sayangnya, pelaksanaan program terdahulu kurang memberikan dampak yang signifikan bagi pengembangan UMKM.
Faktor utama yang menyebabkan kegagalan program terdahulu adalah kesalahan dalam menyalurkan kredit, sehingga kredit jatuh bukan pada pihak pengusaha yang berhak. Program penyaluran kredit mikro memang rentan penyelewengan. Sulit sakali menjamin bahwa kredit mikro yang disalurkan benar-benar sampai kepada pihak yang berhak untuk mendapatkannya. Pengalaman terdahulu menunjukkan besarnya dana yang salah sasaran sehingga tingkat pengembaliannya pun menjadi rendah.
Bantuan bank untuk menyalurkan kredit memang sangat diperlukan. Bank dapat lebih objektif melakukan penyeleksian sesuai realitas bisnis dari UMKM. Namun hal ini akan menyulitkan UMKM sendiri karena masih sulitnya sebagian besar dari usaha kecil untuk mempersiapkan berbagai syarat yang harus dipenuhi dalam upaya untuk memperoleh kredit seperti NPWP, proposal kelayakan usaha, laporan keuangan dn sebagainya. Untuk itu perlu dipikirkan mekanisme yang baik dalam menyaring UMKM yang akan diberikan kredit.
Pemerintah harus ingat bahwa upaya untuk mengembangkan UMKM tidak cukup hanya dengan memberikan modal. Permasalahan UMKM, terutama usaha mikro bukan semata-mata modal. Sehingga penyediaan kredit mikro yang bersubsidi tidak langsung akan membuat UMKM menjadi maju. Masih banyak masalah-masalah lain di luar pendanaan yang menjadi kendala berkembangnya UMKM. Perlu upaya yang lebih komprehensif untuk mengembangkan UMKM.
Sebagian besar return dari usaha kecil tidak besar sehingga sulit sekali untuk memperbesar skala usaha kecil itu. Hal inilah yang menyebabkan kontribusi usaha kecil terhadap GDP masih kecil. Program kemitraan yang ada selama ini tidak berhasil menaikkan margin usaha kecil ini karena selama ini usaha besar melakukan program kemitraan hanya sekedar mengikuti anjuran pemerintah, padahal yang terpenting dari program kemitraan itu adalah membuat integrasi antara usaha kecil dan besar sehingga proses penambahan nilai (value added) terjadi dan terjadi saling mendukung antara sektor UMKM dan perusahaan besar yang nantinya akan memacu pertumbuhan ekonomi.
Permasalahan kultural terjadi akibat perbedaan pandangan mengenai suatu usaha antara budaya industri dan tradisional. Kebanyakan pengusaha pada sektor UMKM masih berpandangan tradisional sehingga hanya memandang usaha secara sempit. Pengusaha kecil melihat usaha dalam jangka pendek dan statis, tanpa mau tahu apa yang nantinya akan dilakukan berkaitan dengan usahanya. Sedangkan sektor industri melihat sebuah usaha sebagai suatu yang dinamis sehingga terus dituntut sebuah perubahan agar sebuah usaha dapat terus bertahan dan berkembang. Faktor kultural inilah yang kadang kala menghambat usaha pengembangan sektor UMKM karena pengusaha UMKM sendiri kurang memiliki niat untuk mengembangkan usahanya. Di sinilah diperlukan pendekatan budaya untuk mengubah pandangan pengusaha UMKM agar lebih inovatif dan berambisi meningkatkan usahanya.
Untuk menyelesaikan masalah-masalah di atas diperlukan niat serius pemerintah dalam mengembangkan UMKM. Tidak mudah untuk mengembangkan sektor UMKM sehingga perlu banyak usaha dari pemerintah. Jangan sampai pengembangan UMKM ini bersifat sporadis dan tidak sustainable.
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional / Susenas 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan “buatan” terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.
Salah satu upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah melalui kegiatan pengembangan perekonomian berbasis kerakyatan yang dilakukan melalui upaya pemberdayaan masyarakat berbasis sumber daya lokal, yang mana melalui PNPM – MP merupakan program Nasional yang menjadi kerangka kebijakan dan acuan pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan lokakarya PNPM – MP merupakan salah satu program Nasional yang menjadi kerangka kebijakan dan acuan pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan yang diperoleh dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan bagi masyarakat perencanaan dan pengelolaan sumberdaya dan wilayah, meningkatkan kapasitas SDM masyarakat, kelembagaan dan aparatur dalam mengembangkan kultur kewirausahaan guna peningkatan modal sosial dan akses kredit mikro berbasis sumber daya lokal, dengan sasaran kepada kelompok masyarakat Kelautan dan Perikanan yang tinggal di pesisir dan memiliki kegiatan usaha di bidang Perikanan dan Kelautan.
Hingga saat ini sudah banyak cara yang dilakukan terutama oleh pemerintah untuk mengatasi kemiskinan. Berikut ini adalah beberapa langkah yang telah dilakukan bangsa Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan.
a) Pada tahun 2005, pemerintah meluncurkan Program Kompensasi Penghapusan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) untuk membantu kalangan tidak mampu menghadapi laju inflansi saat itu yang sangat tinggi akibat dinaikkannya harga BBM hingga 126 %.
b) Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diluncurkan pada tahun 2005. Dana BOS bertujuan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Terlebih lagi, untuk mengurangi beban keluarga yang kurang mampu. Pada tahun 2008, alokasi Dana BOS mencapai Rp 10,5 Triliun. Untuk tahun 2009 terdapat kenaikan hampir 50 % lebih besar dari tahun sebelumnya menjadi Rp 16 Triliun.
c) Program BLT (Bantuan Langsung Tunai) dilaksanakan pada bulan September 2005. Sasaran program ini adalah rumah tangga sasaran yang di data oleh BPS (Badan Pusat Statistik) sejumlah 19,1 Juta. BLT tanpa syarat ini diberikan sebesar Rp 100.000/bulan dan dalam setiap tahap dibayarkan 3 bulan sekali sebesar Rp 300.000.
d) Pada tahun 2006, diperkenalkan Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan bagian program percepatan penanggulangan kemiskinan melalui penyaliran bantuan tunai bersyarat (Conditional Cash Transfer) kepada 620.000 rumah tangga sangat miskin. Program ini di bawah pengawasan Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial, Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial (Banjamsos) Depsos.
e) Pada tahun 2009, pemerintah telah memberikan anggaran sebesar Rp 66,2 Triliun untuk mengurangi kemiskinan. Anggaran ini bertujuan mengurangi angka kemiskinan dari 15,4 % pada tahun 2008 menjadi 12-14 % pada tahun 2009.
Pengentasan kemiskinan melalui pengembangan UKM
Semenjak terjadinya krisis ekonomi kemarin, sektor UMKM seperti naik daun. Kemampuan sektor ini menahan goncangan krisis dibandingkan perusahan-perusahaan besar, membuat ada keyakinan bahwa masa depan perekonomian Indonesia berada di sektor ini. Usaha mengembangkan UMKM juga bukan merupakan barang baru. Sejak dulu upaya ini telah ada, di zaman Orde Baru, upaya pengembangan UMKM dikaitkan dengan upaya pemerataan. Dulu ada program KUK, KIK maupun orang tua asuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan keberadaan UMKM. Selama masa reformasi pun UMKM mendapat perhatian serius, Pemerintahan BJ Habibie berani mengeluarkan dana hingga Rp 20 triliun atau sebanding dengan 10% dana APBN dalam upaya pengembangan UMKM. Sayangnya, pelaksanaan program terdahulu kurang memberikan dampak yang signifikan bagi pengembangan UMKM.
Faktor utama yang menyebabkan kegagalan program terdahulu adalah kesalahan dalam menyalurkan kredit, sehingga kredit jatuh bukan pada pihak pengusaha yang berhak. Program penyaluran kredit mikro memang rentan penyelewengan. Sulit sakali menjamin bahwa kredit mikro yang disalurkan benar-benar sampai kepada pihak yang berhak untuk mendapatkannya. Pengalaman terdahulu menunjukkan besarnya dana yang salah sasaran sehingga tingkat pengembaliannya pun menjadi rendah.
Bantuan bank untuk menyalurkan kredit memang sangat diperlukan. Bank dapat lebih objektif melakukan penyeleksian sesuai realitas bisnis dari UMKM. Namun hal ini akan menyulitkan UMKM sendiri karena masih sulitnya sebagian besar dari usaha kecil untuk mempersiapkan berbagai syarat yang harus dipenuhi dalam upaya untuk memperoleh kredit seperti NPWP, proposal kelayakan usaha, laporan keuangan dn sebagainya. Untuk itu perlu dipikirkan mekanisme yang baik dalam menyaring UMKM yang akan diberikan kredit.
Pemerintah harus ingat bahwa upaya untuk mengembangkan UMKM tidak cukup hanya dengan memberikan modal. Permasalahan UMKM, terutama usaha mikro bukan semata-mata modal. Sehingga penyediaan kredit mikro yang bersubsidi tidak langsung akan membuat UMKM menjadi maju. Masih banyak masalah-masalah lain di luar pendanaan yang menjadi kendala berkembangnya UMKM. Perlu upaya yang lebih komprehensif untuk mengembangkan UMKM.
Sebagian besar return dari usaha kecil tidak besar sehingga sulit sekali untuk memperbesar skala usaha kecil itu. Hal inilah yang menyebabkan kontribusi usaha kecil terhadap GDP masih kecil. Program kemitraan yang ada selama ini tidak berhasil menaikkan margin usaha kecil ini karena selama ini usaha besar melakukan program kemitraan hanya sekedar mengikuti anjuran pemerintah, padahal yang terpenting dari program kemitraan itu adalah membuat integrasi antara usaha kecil dan besar sehingga proses penambahan nilai (value added) terjadi dan terjadi saling mendukung antara sektor UMKM dan perusahaan besar yang nantinya akan memacu pertumbuhan ekonomi.
Permasalahan kultural terjadi akibat perbedaan pandangan mengenai suatu usaha antara budaya industri dan tradisional. Kebanyakan pengusaha pada sektor UMKM masih berpandangan tradisional sehingga hanya memandang usaha secara sempit. Pengusaha kecil melihat usaha dalam jangka pendek dan statis, tanpa mau tahu apa yang nantinya akan dilakukan berkaitan dengan usahanya. Sedangkan sektor industri melihat sebuah usaha sebagai suatu yang dinamis sehingga terus dituntut sebuah perubahan agar sebuah usaha dapat terus bertahan dan berkembang. Faktor kultural inilah yang kadang kala menghambat usaha pengembangan sektor UMKM karena pengusaha UMKM sendiri kurang memiliki niat untuk mengembangkan usahanya. Di sinilah diperlukan pendekatan budaya untuk mengubah pandangan pengusaha UMKM agar lebih inovatif dan berambisi meningkatkan usahanya.
Untuk menyelesaikan masalah-masalah di atas diperlukan niat serius pemerintah dalam mengembangkan UMKM. Tidak mudah untuk mengembangkan sektor UMKM sehingga perlu banyak usaha dari pemerintah. Jangan sampai pengembangan UMKM ini bersifat sporadis dan tidak sustainable.
ANALISIS PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KADER PEMERINTAHAN PAMONG PRAJA (IPDN)
A. Sistem Informasi Manajemen
Perkembangan sistem informasi manajemen telah menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen baik pada tingkat operasional (pelaksana teknis) maupun pimpinan pada semua jenjang. Perkembangan ini juga telah menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam pengambilan keputusan, mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh informasi yang paling akurat dan terkini yang dapat digunakannya dalam proses pengambilan keputusan.
Meningkatnya penggunaan teknologi informasi, khususnya internet, telah membawa setiap orang dapat melaksanakan berbagai aktivitas dengan lebih akurat, berkualitas, dan tepat waktu. Setiap organisasi dapat memanfaatkan internet dan jaringan teknologi informasi untuk menjalankan berbagai aktivitasnya secara elektronis. Para manajer di berbagai organisasi juga diharapkan dapat dengan lebih mudah untuk menganalisis kinerjanya secara konstan dan konsisten dengan pemanfaatan teknologi informasi yang tersedia.
Manajemen tidak dapat mengabaikan sistem informasi karena sistem informasi memainkan peran yang kritikal di dalam organisasi. Sistem informasi ini sangat mempengaruhi secara langsung bagaimana manajemen mengambil keputusan, membuat rencana, dan mengelola para pegawainya, serta meningkatkan sasaran kinerja yang hendak dicapai, yaitu bagaimana menetapkan ukuran atau bobot setiap tujuan/kegiatan, menetapkan standar pelayanan minimum, dan bagaimana menetapkan standar dan prosedur pelayanan baku kepada masyarakat. Oleh karenanya, tanggung jawab terhadap sistem informasi tidak dapat didelegasikan begitu saja kepada sembarang pengambil keputusan.
Sistem manajemen informasi merupakan upaya organisasi pertama yang tujuan utamanya adalah menyediakan informasi bagi manajemen (karena itu dinamakan sistem informasi manajemen). Ternyata dalam praktiknya sistem manajemen informasi pada suatu organisasi menyediakan juga informasi bagi orang-orang selain para manajer.
Ketika suatu organisasi semakin memiliki pengalaman dalam menerapkan rancangan sistem manajemen informasi yang mencakup kebutuhan seluruh organisasi, para manajer di wilayah-wilayah tertentu, baik ditingkat pusat maupun daerah, mulai menerapkan konsep sesuai kebutuhan yang mereka perlukan. Sistem informasi mulai akan memasuki wilayah yang sudah tersegmentasi, yang dapat disebut sebagai sub-sub sistem sistem manajemen informasi yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan penggunanya.
B. Peranan Sistem Informasi Manajemen
Sesuai dengan tujuannya, sistem informasi manajemen diharapkan mampu membantu setiap orang yang membutuhkan pengambilan keputusan dengan lebih tepat dan akurat. Namun disadari bahwa dengan berbagai peran yang dimiliki dalam aktivitas yang dilaksanakannya, setiap orang berusaha untuk dapat memenuhi tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dengan baik.
Dalam usaha memecahkan suatu masalah, pemecah masalah mungkin membuat banyak keputusan. Keputusan merupakan rangkaian tindakan yang perlu diikuti dalam memecahkan masalah untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif, atau untuk memanfaatkan kesempatan.
Kondisi ini menjadi tidak mudah dengan semakin rumitnya aktivitas dan keterbatasan sumber daya yang tersedia. Apalagi informasi yang dibutuhkan tidak berasal langsung dari sumbernya. Untuk itu manajemen sebagai pengguna informasi membutuhkan suatu sistem pendukung (support systems) yang mampu meningkatkan pengambilan keputusannya, terutama untuk kondisi yang tidak terstruktur atau pun sistem pendukung untuk tingkatan tertentu saja.
Dalam merubah peradaban suatu bangsa pada abad 21 ini harus memiliki empat kekuatan utama yaitu kekuatan militer, politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Adapun yang menjadi titik berat ilmu pengetahuan di sini adalah informasi. Salah satu contoh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang teknologi informasi menjadikan dunia berada didalam genggaman kita, baik berupa suara maupun data serta kombinasi dari keduanya yang disebut mutimedia menjadikan dunia ini tidak dibatasi jarak dan waktu. Perkembangan iptek juga begitu cepat dan pesat sehingga kemajuan suatu bangsa dapat diukur dengan seberapa jauh penguasaan dan pemanfaatan Teknologi informasi dalam mendukung seluruh aspek kehidupan manusia.
Pada beberapa negara maju yang ada di dunia seperti jepang, USA, Singapore, Malaysia dan Korea mampu bangkit dari krisis dan meningkatkan ekonominya 3 kali lipat dalam relatif singkat karena dukungan pemanfaatan teknologi informasi disuluruh aspek perekonomiannya, dan masih banyak contoh-contoh lain dibidang ini yang menjadi perhatian kita dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan kualitas dan kinerja dengan informasi teknologi dan tanpa informasi teknologi. Kesimpulannya informasi memiliki peranan penting dalam setiap aspek kehidupan manusia serta memerlukan manajemen yang terarah dalam implementasinya.
Dalam dunia kepemerintahan, sistem manajemen informasi juga memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja dari pemerintah, sebagai dasar pertimbangan melakukan suatu kebijakan dan keputusan. Dalam dunia kepemerintahan kita kenal istilah e-Government yang merupakan implementasi dari sistem manajemen informasi yang bertujuan memperbaiki kualitas layanan publik, meningkatkan efisiensi dan transparansi, serta banyak manfaat positif lainnya.
Implementasi e-Government dengan bantuan information Comunication Technology (ICT) membuka peluang baru untuk meng-eksploitasi informasi secara lebih dalam, sehingga dapat dimanfaatkan maksimal oleh kalangan masyarakat luas, baik oleh kalangan pemerintahan, warga Negara, kalangan bisnis serta institusi lainnya, sehingga akhirnya tercipta hubungan yang saling menguntungkan.
Mencermati pembangunan e-Government di Indonesia, tampak belum dimanfaatkannya secara maksimal sumber daya yang ada, baik sumber daya infrastruktur teknologi Kominfo, sumber daya manusia, dan sebagainya.
Website-website pemerintahan yang ada, sebagai tolok ukur yang paling sederhana dalam melihat implementasi e-Government, content-nya masih bersifat informasi yang sangat umum. Padahal, dengan tingkat skill yang relative sama dipadukan dengan strategi yang baik, dapat dibuat aplikasi pelayanan masyarakat yang lebih dibutuhkan oleh warga Negara. Strategi untuk implementasi yang baik masih sangat diperlukan bagi Indonesia dalam membangun maupun mengembangkan e-Government.
Sukses yang dialami oleh Negara-negara maju, berkembang, bahkan Negara miskin dalam meng-implementasikan e-Government, perlu dikaji dan diambil manfaatnya. Karena inisiatif yang dilakukan oleh Negara-negara tersebut tidak hanya difokuskan pada masa depan saja, artinya dengan setting yang tepat, e-Government dapat berfungsi secara maksimal tanpa harus memakan biaya tinggi dan pemikiran rumit.
e-Government menjadi sangat popular sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Berbagai Negara di belahan dunia berlomba meng-implementasikan e-Government dengan strategi yang disesuaikan dengan kondisi social politik serta geografisnya masing-masing, dimana tujuan akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas kinerja pemerintahan, terutama dalam lingkup pelayanan masyarakat, sehingga dapat bermanfaat bagi segenap warga negaranya. Di Indonesia topic ini menjadi popular setelah dikaitkan dengan otonomi daerah.
Pada intinya, e-Government adalah penggunaan ICT untuk meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan pihak-pihak lain. Penggunaan ICT ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru, seperti G2C, G2B, dan G2G.
Salah satu masalah vital yang dihadapi organisasi pemerintahan suatu bangsa adalah “biaya” yang terlalu tinggi, tidak berfungsinya secara penuh serta tidak efesien dalam menjalankan tugas-tugasnya, yang hal ini tentunya harus dirubah untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang lebih baik. Usaha-usahan yang dilakukan organisasi pemerintahan di berbagai Negara untuk meng-implementasikan penggunaan ICT dengan berbagai batasan-batasan yang ada diharapkan mampu memberikan jalan baru menuju pemerintahan yang lebih baik (good governance).
Secara umum manfaat e-Government dengan information Comunication Technology (ICT)
1. Proses Otomatisasi, yakni mengubah peran manusia dalam menjalankan proses yang meliputi menerima, menyimpan, processing, output dan mengirimkan informasi.
2. Proses Informasi, yakni; Mendukung peran manusia dalam menjalankan proses informasi, misalnya mendukung arus proses pengambilan keputusan, komunikasi dan implementasi.
3. Proses Transformasi: yakni: membuat ICT baru, untuk menjalankan proses informasi atau mendukung proses informasi, misalnya membuat metode baru dalam pelayanan publik.
Selain itu manfaat langsung yang dapat diambil dari penggunaan information Comunication Technology (ICT) oleh organisasi pemerintahan, yakni:
Internal : menyediakan manfaat yang lebih baik untuk memotivasi staf pemerintahan dan kontrol politik yang baik, atau memperbaiki citra publik.
Eksternal : dengan penyampaian yang murah serta pelayanan yang baik, manfaat ICT ini dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
C. E-Government Sebagai Wujud Manajemen Informasi Dalam Pelaksanaan Pemerintahan
Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen untuk menerapkan manajemen perubahan (Change Management) terhadap efisiensi, fektifitas dan transparansi, dengan memberikan pelayanan pemerintah secara elektronis melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, atau yang lebih dikenal dengan e-Government (electronic government/government online) dan bertujuan juga dalam mewujudkan good governance bagi pemerintah baik pusat dan daerah.
Penerapan e-Government lewat dukungan teknologi telematika dalam pemerintahan bukanlah harga mati, karena tanpa itu pun penyelenggaraan pemerintahan tetap bisa berjalan. Meski demikian, terdapat banyak peluang dan nilai tambah yang bisa diperoleh melalui penerapan e-Government, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat dan penyelenggaraan otonomi daerah. Beberapa peluang yang bisa muncul antara lain, adanya kemudahan dalam kendali pencapaian sasaran dan distribusi benefit, pencapaian produktivitas tinggi, pengelolaan SDM yang lebih efisien dan efektif, memudahkan penilaian atas kontribusi dan prestasi, serta adanya partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan.
Berbagai potensi layanan dan strategi implementasi e-Government yang dapat diaplikasikan guna mendukung otonomi daerah, sehingga pelayanan administratif yang selama ini dikeluhkan karena ‘banyaknya meja’ yang harus dilalui, panjangnya waktu, dan lain sebagainya akan berkurang, dan akan lebih efektif, efisien dan transparan. Pengurusan SIM, KTP, STNK, passport, dan bermacam-macam urusan administrasi lainnya diharapkan dapat dilakukan secara lebih cepat, efisien, akurat dan aman.
Di bidang politik, salah satu cara untuk mencegah disintegrasi bangsa adalah dengan memberikan sosialisasi terhadap program-program pemerintah, termasuk berbagai kebijakan dan UU yang dikeluarkan oleh pemerintah, serta hasil-hasil program yang telah dicapai, sehingga seluruh masyarakat, dapat mengakses informasi yang diberikan pemerintah. Selain itu sistem pemerintahan dapat mencapai pada tahap interaksi positif "bottom up", dimana pemerintah benar-benar bertindak sebagai pelayan masyarakat (public servant) dengan merespon sesegera mungkin keluhan dari masyarakat secara langsung melalui e-mail (electronic mail/surat elektronik) atau dengan pemanfaatan situs internet (website) dari masing-masing instansi, sehingga rantai birokrasi dapat lebih dipersingkat.
e-Government merupakan suatu konsep penyelenggaraan pemerintahan yang menitikberatkan pada kepentingan masyarakat luas, dengan pemanfaatan teknologi telematika, khususnya internet. Masyarakat luas bisa memonitor dan memberikan masukan secara real-time, tentang apa yang sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah, baik di pusat maupun daerah, serta dapat berpartisipasi aktif dengan memberikan masukan serta kritik dan saran yang akan langsung diterima oleh pemerintah.
Pada intinya e-Government adalah pemanfaatan teknologi informasi dankomunikasi (ICT) yang dapat meningkatkan hubungan antar Pemerintah pusat dan daerah, antar-daerah serta antara pemerintah dengan pihak-pihak lain, terutama dengan masyarakat. Penerapan e-Government ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business), dan G2G (inter-government relationship).
e-Government dapat membawa banyak manfaat, antara lain:
a. Memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, karena informasi tersedia 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, artinya kapanpun dan dimanapun.
b. Meningkatkan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat. Dengan adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini dapat meningkatkan rasa percaya terhadap pemerintah, sekaligus meningkatkan kepercayaan internasional terhadap Indonesia.
c. Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya.
d. Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien, efektif dan transparan. Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui email atau bahkan video conference. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama.
Melalui pengembangan e-Government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dan pemerintah daerah otonom, dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua) aktivitas yang berkaitan yaitu : (1) pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis; (2) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.
Untuk melaksanakan maksud tersebut pengembangan e-Government diarahkan untuk mencapai 4 (empat) tujuan, yaitu :
a. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat luas serta dapat terjangkau di seluruh wilayah Indonesia pada setiap saat tidak dibatasi oleh sekat waktu dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
b. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan perkembangan perekonomian nasional dan memperkuat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional.
c. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-lembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara.
d. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonom.
D. Sejarah Pendidikan Kader Pemerintahan Pamong Praja
Pamong berasal dari bahasa Jawa yang kata dasarnya adalah among. Kata ini serupa dengan momong yang artinya mengasuh, misalnya seperti kata mengemong anak berarti mengasuh anak kecil. Kata momong, ngemong dan mengasuh merupakan kata yang multidimensional. Sedangkan praja adalah Pegawai Negeri Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pamong Praja berarti Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan Negara.
Perintisian pendidikan pamong dimulai sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1920, dengan terbentuknya sekolah pendidikan Pamong Praja yang bernama Opleiding School Voor Inlandshe Ambtenaren ( OSVIA ) dan Middlebare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren ( MOSVIA ). Para lulusannya sangat dibutuhkan dan dimanfaatkan untuk memperkuat penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda. Dimasa kedudukan pemerintah Hindia Belanda, penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda dibedakan atas pemerintahan yang langsung dipimpin oleh kaum atau golongan pribumi yaitu Binnenlands Bestuur Corps ( BBC ) dan pemerintahan yang tidak langsung dipimpin oleh kaum atau golongan dari keturunan Inlands Bestuur Corps ( IBC). Pada masa awal kemerdekaan RI, sejalan dengan penataan sistem pemerintahan yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar 1945, kebutuhan akan tenaga kader pamong praja untuk melaksnakan tugas-tugas pemerintahan baik pada pemerintah pusat maupun daerah semakin meningkat sejalan dengan tuntutan perkembangan penyelenggaraan pemerintahannya. Untuk memenuhi kebutuhan akan kekurangan tenaga kader pamong praja, maka pada tahun 1948 dibentuklah lembaga pendidikan dalam lingkungan Kementrian Dalam Negeri yaitu Sekolah Menengah Tinggi ( SMT ) Pangreh Praja yang kemudian berganti nama menjadi Sekolah Menengah Pegawai Pemerintahan Administrasi Atas ( SMPAA ) di Jakarta dan Makassar.
Pada Tahun 1952, Kementrian Dalam Negeri menyelenggarakan Kursus Dinas C (KDC) di Kota Malang, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan pegawai golongan DD yang siap pakai dalam melaksanakan tugasnya. Seiring dengan itu, pada tahun 1954 KDC juga diselenggarakan di Aceh, Bandung, Bukittinggi, Pontianak, Makasar, Palangkaraya dan Mataram. Sejalan dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan yang semakin kompleks, luas dan dinamis, maka pendidikan aparatur di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan tingkatan kursus dinilai sudah tidak memadai. Berangkat dari kenyataan tersebut, mendorong pemerintah mendirikan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada tanggal 17 Maret 1956 di Malang, Jawa Timur. APDN di Malang bersifat APDN Nasional berdasarkan SK Mendagri No. Pend.1/20/56 tanggal 24 September 1956 yang diresmikan oleh Presiden Soekarno di Malang, dengan Direktur pertama Mr. Raspio Woerjodiningrat. Mahasiswa APDN Nasional Pertama ini adalah lulusan KDC yang direkrut secara selektif dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan asal provinsi selaku kader pemerintahan pamong praja yang lulusannya dengan gelar Sarjana Muda (BA). Pada perkembangan selanjutnya, lulusan APDN dinilai masih perlu ditingkatkan dalam rangka upaya lebih menjamin terbentuknya kader-kader pemerintahan yang ” qualified leadership and manager administrative ”, terutama dalam menyelenggarakan tugas-tugas urusan pemerintahan umum. Kebutuhan ini mendorong pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan aparatur di lingkungan Departemen Dalam Negeri setingkat Sarjana, maka dibentuklah Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP ) yang berkedudukan di Kota Malang Jawa Timur berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 8 Tahun 1967, selanjutnya dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Nomor 119 Tahun 1967. Peresmian berdirinya IIP di Malang ditandai dengan peresmian oleh Presiden Soekarno pada tanggal 25 Mei 1967. Pada tahun 1972 Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP) yang berkedudukan di Malang Jawa Timur dipindahkan ke Jakarta melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 1972. Pada tanggal 9 Maret 1972, kampus IIP yang terletak di Jakarta di resmikan oleh Presiden Soeharto yang dinyatakan : ” Dengan peresmian kampus Institut Ilmu Pemerintahan, mudah-mudahan akan merupakan kawah candradimukanya Departemen Dalam Negeri untuk menggembleng kader-kader pemerintahan yang tangguh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ”. Seiring dengan pembentukan IIP yang merupakan peningkatan dari APDN Nasional di Malang, maka untuk penyelenggaraan pendidikan kader pada tingkat akademi, Kementrian Dalam Negeri secara bertahap sampai dengan dekade tahun 1970-an membentuk APDN di 20 Provinsi selain yang berkedudukan di Malang, juga di Banda Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Lampung, Bandung, Semarang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Mataram, Kupang, Makassar, Menado, Ambon dan Jayapura.
Pada tahun 1988, dengan pertimbangan untuk menjamin terbentuknya wawasan nasional dan pengendalian kualitas pendidikan Menteri Dalam Negeri Rudini melalui Keputusan No. 38 Tahun 1988 Tentang Pembentukan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri Nasional. APDN Nasional kedua dengan program D III berkedudukan di Jatinangor, Sumedang Jawa Barat yang peresmiannya dilakukan oleh Mendagri tanggal 18 Agustus 1990. APDN Nasional ditingkatkan statusnya berdasarkan Kepres No. 42 Tahun 1992 tentang Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri, maka status APDN menjadi STPDN dengan program studi D III yang diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 18 Agustus 1992. Sejak tahun 1995, bertititk tolak dari keinginan dan kebutuhan untuk lebih mendorong perkembangan karier sejalan dengan peningkatan eselonering jabatan dalam sistem kepegawaian Republik Indonesia, maka program studi ditingkatkan menjadi program D IV. Keberadaan STPDN dengan pendidikan profesi ( program D IV ) dan IIP yang menyelenggarakan pendidikan akademik program sarjana ( Strata I ), menjadikan Departemen Dalam Negeri memiliki dua (2) Pendidikan Pinggi Kedinasan dengan lulusan yang sama dengan golongan III/a. Kebijakan Nasional mengenai pendidikan tinggi sejak tahun 1999 antara lain yang mengatur bahwa suatu Departemen tidak boleh memiliki dua atau lebih perguruan tinggi dalam menyelenggarakan keilmuan yang sama, maka mendorong Departemen Dalam Negeri untuk mengintegrasikan STPDN ke dalam IIP . Usaha pengintegrasiaan STPDN kedalam IIP secara intensif dan terprogram sejak tahun 2003 sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pengintegrasian terwujud dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 tentang Penggabungan STPDN ke dalam IIP dan sekaligus merubah nama IIP menjadi Institut Ilmu Pemerintahan ( IPDN ). Tujuan penggabungan STPDN ke dalam IIP tersebu, selain untuk memenuhi kebijakan pendidikan nasional juga untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pendidikan kader pamong praja di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Kemudian Kepres No. 87 Tahun 2004 ditindak lanjuti dengan Keputusan Mendagri No. 892.22-421 tahun 2005 tentang Pelaksanaan Penggabungan dan Operasional Institut Pemerintahan Dalam Negeri, disertai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN dan Peraturan Menteri Dalam Negeri 43 Tahun 2005 Tentang Statuta IPDN serta peraturan pelaksanaan lainnya. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 tentang Penggabungan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri ke dalam Institut Ilmu Pemerintahan menjadi IPDN, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2009 tentang Statuta Institut Pemerintahan Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Bahwa IPDN merupakan salah satu komponen di lingkungan Kementerian Dalam Negeri yang melaksanakan tugas menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan.
E. Implementasi Sistem Manajemen Informasi dalam Penyelenggaraan Pendidikan Kader Pemerintahan Pamong Praja
Pendidikan kader pemerintahan pamong praja yang menjadi pusat perhatiannya adalah Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), yang notabene merupakan sebuah institusi pendidikan yang dimiliki oleh Kementerian Dalam Negeri untuk mencetak para kader pemerintahan dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaan pendidikan di IPDN, sistem manajemen informasi diberikan kepada para peserta didik dalam rangka memberikan pengetahuan kepada para peserta didik akan pentingnya suatu manajemen dalam informasi dalam rangka pelaksanaan pemerintahan. Selain itu sistem informasi manajem juga telah dikenalkan secara nyata oleh lembaga dalam hal ini IPDN kepada para peserta didiknya, dimana para peserta didik diberikan kesempatan dalam mengelola informasi dalam sebuah wadah website yang legal disiapkan oleh IPDN.
Di lingkungan IPDN penerapan sistem informasi manajemen juga dapat dijumpai pada suatu aktivitas para pesera didik yang diberikan suatu kemudahan untuk mendapatkan informasi yang ditata secara terpadu oleh IPDN. Para peserta didik dapat memperoleh informasi dengan cepat menggunakan layanan UPTIK (Unit Pelayanan Teknologi Informasi dan Komunikasi). Sehingga dapat dengan jelas bahwa implementasi manajemen sistem informasi dalam penyelenggaraan pendidikan kader pemerintahan pamong praja sudah diterapkan walaupun dengan beberapa keterbatasan yang masih terjadi.
Dalam sistem informasi manajemen telah kita pahami sebagai upaya penyediaan informasi berupa data dan fakta yang digunakan sebagai bahan pemudah dalam kehidupan manusia. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa informasi ini memiliki peranan penting dalam memudahkan setiap aktivitas manusia dalam rangka menyelesaikan masalah yang ada ataupun untuk mengantisipasi permasalahan yang akan terjadi.
Selain pelayanan dari segi informasi yang berorientasi kepada penyediaan data bagi peserta didik, penerapan manajemen informasi di IPDN juga ditunjukkan dengan adanya suatu sikap dari lembaga pendidikan IPDN untuk memberikan kemudahan komunikasi antara peserta didik dengan para pimpinan IPDN yang secara transparan dan terbuka melalui email praja yang disiapkan oleh IPDN.
Penerapan pelayanan informasi yang diterapkan di IPDN memiliki beberapa kekurangan diantaranya masih terbatasnya kemampuan IPDN dalam mencakup seluruh peserta didiknya, hal ini dikarenakan masih terbatasnya dana atau anggaran yang dimiliki serta masih kurangnya tenaga yang berkompete dalam hal pelayanan informasi. Namun secara umum pelaksanaan sistem informasi manajemen di IPDN sudah semakin baik.
Adapun kaitan pengenalan sistem informasi manajemen dalam pendidikan kader pemerintahan pamong praja adalah untuk menyiapkan para kader pemerintahan pamong praja yang handal dalam memanfaatkan sistem informasi yang diformulasikan dengan pengetahuan dan teknologi yang ada dalam rangka pelayanan publik yang maksimal dan baik. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam pendidikan ini memberikan bekal bagi para calon pemimpin pemerintahan daerah agar siap dalam mengelola apa saja yang ada di daerah yang tentunya memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi yang sedang berkembang.
F. Kesimpulan
Secara prinsip dapat dikatakan bahwa di era otonomi daerah ini, bidang komunikasi dan informasi mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam membangun dan mengembangkan kehidupan masyarakat di daerah-daerah. Dalam pelaksanaan otoda, diperlukan hubungan kerjasama timbal balik tidak hanya antara pihak Eksekutif dan Legislatif saja, tetapi juga dibutuhkan peran serta seluruh komponen masyarakat di daerah (LSM, perguruan tinggi, masyarakat adat serta para pelaku ekonomi) agar tercapai pemerintahan daerah yang mampu mengurus kepentingan masyarakat. Kontribusi masing-masing komponen masyarakat dalam menyikapi otoda dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sesuai dengan status dan perannya di dalam kehidupan masyarakat. Agar tercipta keterpaduan dan sinergi pembangunan daerah yang lebih partsipatif, diperlukan peranan komunikasi dan informasi yang mampu memperlancar arus informasi dan komunikasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, antar Daerah, Dunia Usaha, dan sektor-sektor lainnya.
Walapun masalah komunikasi dan informasi sudah lebih banyak diserahkan pada masyarakat, tetapi pemerintah tetap mempunyai tanggungjawab yang besar dalam menumbuhkembangkan bidang komunikasi dan informasi, termasuk mengembangkan keterbukaan informasi, kebebasan mengakses informasi, kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Diperlukan upaya yang keras dan terus-menerus untuk memberdayakan masyarakat di bidang komunikasi dan informasi dalam semua aspeknya.
Adapun kaitannya penerapan sistem manajemen dalam pendidikan kader pemerintahan pamong praja adalah memberikan bekal bagi para peserta didik yang disiapkan sebagai kader pemerintahan yang akan menjalankan rada pemerintahan di daerah, agar dalam melaksanakan tugasnya kelak adanya suatu sinergitas yang baik dalam pengambilan keputusan dengan keinginan masyarakat luas yang tentunya menggunakan metode sistem manajemen informasi.
Dalam pelaksanaan pendidikan kader pemerintahan pamong praja di IPDN manajemen sebuah informasi telah dilakukan secara nyata dan terpadu, para peserta didik selain diperkenalkan secara langsung mengenai manajemen sebuah informasi melalui situs legal yang disiapkan oleh IPDN, para peserta didik juga dapat memanfaatkan informasi yang dapat dengan mudah diakses melalui jaringan internet hot spot yang diisediakan hampir di setiap sudut kampus IPDN.
Perkembangan sistem informasi manajemen telah menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen baik pada tingkat operasional (pelaksana teknis) maupun pimpinan pada semua jenjang. Perkembangan ini juga telah menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam pengambilan keputusan, mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh informasi yang paling akurat dan terkini yang dapat digunakannya dalam proses pengambilan keputusan.
Meningkatnya penggunaan teknologi informasi, khususnya internet, telah membawa setiap orang dapat melaksanakan berbagai aktivitas dengan lebih akurat, berkualitas, dan tepat waktu. Setiap organisasi dapat memanfaatkan internet dan jaringan teknologi informasi untuk menjalankan berbagai aktivitasnya secara elektronis. Para manajer di berbagai organisasi juga diharapkan dapat dengan lebih mudah untuk menganalisis kinerjanya secara konstan dan konsisten dengan pemanfaatan teknologi informasi yang tersedia.
Manajemen tidak dapat mengabaikan sistem informasi karena sistem informasi memainkan peran yang kritikal di dalam organisasi. Sistem informasi ini sangat mempengaruhi secara langsung bagaimana manajemen mengambil keputusan, membuat rencana, dan mengelola para pegawainya, serta meningkatkan sasaran kinerja yang hendak dicapai, yaitu bagaimana menetapkan ukuran atau bobot setiap tujuan/kegiatan, menetapkan standar pelayanan minimum, dan bagaimana menetapkan standar dan prosedur pelayanan baku kepada masyarakat. Oleh karenanya, tanggung jawab terhadap sistem informasi tidak dapat didelegasikan begitu saja kepada sembarang pengambil keputusan.
Sistem manajemen informasi merupakan upaya organisasi pertama yang tujuan utamanya adalah menyediakan informasi bagi manajemen (karena itu dinamakan sistem informasi manajemen). Ternyata dalam praktiknya sistem manajemen informasi pada suatu organisasi menyediakan juga informasi bagi orang-orang selain para manajer.
Ketika suatu organisasi semakin memiliki pengalaman dalam menerapkan rancangan sistem manajemen informasi yang mencakup kebutuhan seluruh organisasi, para manajer di wilayah-wilayah tertentu, baik ditingkat pusat maupun daerah, mulai menerapkan konsep sesuai kebutuhan yang mereka perlukan. Sistem informasi mulai akan memasuki wilayah yang sudah tersegmentasi, yang dapat disebut sebagai sub-sub sistem sistem manajemen informasi yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan penggunanya.
B. Peranan Sistem Informasi Manajemen
Sesuai dengan tujuannya, sistem informasi manajemen diharapkan mampu membantu setiap orang yang membutuhkan pengambilan keputusan dengan lebih tepat dan akurat. Namun disadari bahwa dengan berbagai peran yang dimiliki dalam aktivitas yang dilaksanakannya, setiap orang berusaha untuk dapat memenuhi tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dengan baik.
Dalam usaha memecahkan suatu masalah, pemecah masalah mungkin membuat banyak keputusan. Keputusan merupakan rangkaian tindakan yang perlu diikuti dalam memecahkan masalah untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif, atau untuk memanfaatkan kesempatan.
Kondisi ini menjadi tidak mudah dengan semakin rumitnya aktivitas dan keterbatasan sumber daya yang tersedia. Apalagi informasi yang dibutuhkan tidak berasal langsung dari sumbernya. Untuk itu manajemen sebagai pengguna informasi membutuhkan suatu sistem pendukung (support systems) yang mampu meningkatkan pengambilan keputusannya, terutama untuk kondisi yang tidak terstruktur atau pun sistem pendukung untuk tingkatan tertentu saja.
Dalam merubah peradaban suatu bangsa pada abad 21 ini harus memiliki empat kekuatan utama yaitu kekuatan militer, politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Adapun yang menjadi titik berat ilmu pengetahuan di sini adalah informasi. Salah satu contoh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang teknologi informasi menjadikan dunia berada didalam genggaman kita, baik berupa suara maupun data serta kombinasi dari keduanya yang disebut mutimedia menjadikan dunia ini tidak dibatasi jarak dan waktu. Perkembangan iptek juga begitu cepat dan pesat sehingga kemajuan suatu bangsa dapat diukur dengan seberapa jauh penguasaan dan pemanfaatan Teknologi informasi dalam mendukung seluruh aspek kehidupan manusia.
Pada beberapa negara maju yang ada di dunia seperti jepang, USA, Singapore, Malaysia dan Korea mampu bangkit dari krisis dan meningkatkan ekonominya 3 kali lipat dalam relatif singkat karena dukungan pemanfaatan teknologi informasi disuluruh aspek perekonomiannya, dan masih banyak contoh-contoh lain dibidang ini yang menjadi perhatian kita dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan kualitas dan kinerja dengan informasi teknologi dan tanpa informasi teknologi. Kesimpulannya informasi memiliki peranan penting dalam setiap aspek kehidupan manusia serta memerlukan manajemen yang terarah dalam implementasinya.
Dalam dunia kepemerintahan, sistem manajemen informasi juga memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja dari pemerintah, sebagai dasar pertimbangan melakukan suatu kebijakan dan keputusan. Dalam dunia kepemerintahan kita kenal istilah e-Government yang merupakan implementasi dari sistem manajemen informasi yang bertujuan memperbaiki kualitas layanan publik, meningkatkan efisiensi dan transparansi, serta banyak manfaat positif lainnya.
Implementasi e-Government dengan bantuan information Comunication Technology (ICT) membuka peluang baru untuk meng-eksploitasi informasi secara lebih dalam, sehingga dapat dimanfaatkan maksimal oleh kalangan masyarakat luas, baik oleh kalangan pemerintahan, warga Negara, kalangan bisnis serta institusi lainnya, sehingga akhirnya tercipta hubungan yang saling menguntungkan.
Mencermati pembangunan e-Government di Indonesia, tampak belum dimanfaatkannya secara maksimal sumber daya yang ada, baik sumber daya infrastruktur teknologi Kominfo, sumber daya manusia, dan sebagainya.
Website-website pemerintahan yang ada, sebagai tolok ukur yang paling sederhana dalam melihat implementasi e-Government, content-nya masih bersifat informasi yang sangat umum. Padahal, dengan tingkat skill yang relative sama dipadukan dengan strategi yang baik, dapat dibuat aplikasi pelayanan masyarakat yang lebih dibutuhkan oleh warga Negara. Strategi untuk implementasi yang baik masih sangat diperlukan bagi Indonesia dalam membangun maupun mengembangkan e-Government.
Sukses yang dialami oleh Negara-negara maju, berkembang, bahkan Negara miskin dalam meng-implementasikan e-Government, perlu dikaji dan diambil manfaatnya. Karena inisiatif yang dilakukan oleh Negara-negara tersebut tidak hanya difokuskan pada masa depan saja, artinya dengan setting yang tepat, e-Government dapat berfungsi secara maksimal tanpa harus memakan biaya tinggi dan pemikiran rumit.
e-Government menjadi sangat popular sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Berbagai Negara di belahan dunia berlomba meng-implementasikan e-Government dengan strategi yang disesuaikan dengan kondisi social politik serta geografisnya masing-masing, dimana tujuan akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas kinerja pemerintahan, terutama dalam lingkup pelayanan masyarakat, sehingga dapat bermanfaat bagi segenap warga negaranya. Di Indonesia topic ini menjadi popular setelah dikaitkan dengan otonomi daerah.
Pada intinya, e-Government adalah penggunaan ICT untuk meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan pihak-pihak lain. Penggunaan ICT ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru, seperti G2C, G2B, dan G2G.
Salah satu masalah vital yang dihadapi organisasi pemerintahan suatu bangsa adalah “biaya” yang terlalu tinggi, tidak berfungsinya secara penuh serta tidak efesien dalam menjalankan tugas-tugasnya, yang hal ini tentunya harus dirubah untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang lebih baik. Usaha-usahan yang dilakukan organisasi pemerintahan di berbagai Negara untuk meng-implementasikan penggunaan ICT dengan berbagai batasan-batasan yang ada diharapkan mampu memberikan jalan baru menuju pemerintahan yang lebih baik (good governance).
Secara umum manfaat e-Government dengan information Comunication Technology (ICT)
1. Proses Otomatisasi, yakni mengubah peran manusia dalam menjalankan proses yang meliputi menerima, menyimpan, processing, output dan mengirimkan informasi.
2. Proses Informasi, yakni; Mendukung peran manusia dalam menjalankan proses informasi, misalnya mendukung arus proses pengambilan keputusan, komunikasi dan implementasi.
3. Proses Transformasi: yakni: membuat ICT baru, untuk menjalankan proses informasi atau mendukung proses informasi, misalnya membuat metode baru dalam pelayanan publik.
Selain itu manfaat langsung yang dapat diambil dari penggunaan information Comunication Technology (ICT) oleh organisasi pemerintahan, yakni:
Internal : menyediakan manfaat yang lebih baik untuk memotivasi staf pemerintahan dan kontrol politik yang baik, atau memperbaiki citra publik.
Eksternal : dengan penyampaian yang murah serta pelayanan yang baik, manfaat ICT ini dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
C. E-Government Sebagai Wujud Manajemen Informasi Dalam Pelaksanaan Pemerintahan
Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen untuk menerapkan manajemen perubahan (Change Management) terhadap efisiensi, fektifitas dan transparansi, dengan memberikan pelayanan pemerintah secara elektronis melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, atau yang lebih dikenal dengan e-Government (electronic government/government online) dan bertujuan juga dalam mewujudkan good governance bagi pemerintah baik pusat dan daerah.
Penerapan e-Government lewat dukungan teknologi telematika dalam pemerintahan bukanlah harga mati, karena tanpa itu pun penyelenggaraan pemerintahan tetap bisa berjalan. Meski demikian, terdapat banyak peluang dan nilai tambah yang bisa diperoleh melalui penerapan e-Government, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat dan penyelenggaraan otonomi daerah. Beberapa peluang yang bisa muncul antara lain, adanya kemudahan dalam kendali pencapaian sasaran dan distribusi benefit, pencapaian produktivitas tinggi, pengelolaan SDM yang lebih efisien dan efektif, memudahkan penilaian atas kontribusi dan prestasi, serta adanya partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan.
Berbagai potensi layanan dan strategi implementasi e-Government yang dapat diaplikasikan guna mendukung otonomi daerah, sehingga pelayanan administratif yang selama ini dikeluhkan karena ‘banyaknya meja’ yang harus dilalui, panjangnya waktu, dan lain sebagainya akan berkurang, dan akan lebih efektif, efisien dan transparan. Pengurusan SIM, KTP, STNK, passport, dan bermacam-macam urusan administrasi lainnya diharapkan dapat dilakukan secara lebih cepat, efisien, akurat dan aman.
Di bidang politik, salah satu cara untuk mencegah disintegrasi bangsa adalah dengan memberikan sosialisasi terhadap program-program pemerintah, termasuk berbagai kebijakan dan UU yang dikeluarkan oleh pemerintah, serta hasil-hasil program yang telah dicapai, sehingga seluruh masyarakat, dapat mengakses informasi yang diberikan pemerintah. Selain itu sistem pemerintahan dapat mencapai pada tahap interaksi positif "bottom up", dimana pemerintah benar-benar bertindak sebagai pelayan masyarakat (public servant) dengan merespon sesegera mungkin keluhan dari masyarakat secara langsung melalui e-mail (electronic mail/surat elektronik) atau dengan pemanfaatan situs internet (website) dari masing-masing instansi, sehingga rantai birokrasi dapat lebih dipersingkat.
e-Government merupakan suatu konsep penyelenggaraan pemerintahan yang menitikberatkan pada kepentingan masyarakat luas, dengan pemanfaatan teknologi telematika, khususnya internet. Masyarakat luas bisa memonitor dan memberikan masukan secara real-time, tentang apa yang sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah, baik di pusat maupun daerah, serta dapat berpartisipasi aktif dengan memberikan masukan serta kritik dan saran yang akan langsung diterima oleh pemerintah.
Pada intinya e-Government adalah pemanfaatan teknologi informasi dankomunikasi (ICT) yang dapat meningkatkan hubungan antar Pemerintah pusat dan daerah, antar-daerah serta antara pemerintah dengan pihak-pihak lain, terutama dengan masyarakat. Penerapan e-Government ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business), dan G2G (inter-government relationship).
e-Government dapat membawa banyak manfaat, antara lain:
a. Memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, karena informasi tersedia 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, artinya kapanpun dan dimanapun.
b. Meningkatkan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat. Dengan adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini dapat meningkatkan rasa percaya terhadap pemerintah, sekaligus meningkatkan kepercayaan internasional terhadap Indonesia.
c. Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya.
d. Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien, efektif dan transparan. Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui email atau bahkan video conference. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama.
Melalui pengembangan e-Government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dan pemerintah daerah otonom, dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua) aktivitas yang berkaitan yaitu : (1) pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis; (2) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.
Untuk melaksanakan maksud tersebut pengembangan e-Government diarahkan untuk mencapai 4 (empat) tujuan, yaitu :
a. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat luas serta dapat terjangkau di seluruh wilayah Indonesia pada setiap saat tidak dibatasi oleh sekat waktu dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
b. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan perkembangan perekonomian nasional dan memperkuat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional.
c. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-lembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara.
d. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonom.
D. Sejarah Pendidikan Kader Pemerintahan Pamong Praja
Pamong berasal dari bahasa Jawa yang kata dasarnya adalah among. Kata ini serupa dengan momong yang artinya mengasuh, misalnya seperti kata mengemong anak berarti mengasuh anak kecil. Kata momong, ngemong dan mengasuh merupakan kata yang multidimensional. Sedangkan praja adalah Pegawai Negeri Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pamong Praja berarti Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan Negara.
Perintisian pendidikan pamong dimulai sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1920, dengan terbentuknya sekolah pendidikan Pamong Praja yang bernama Opleiding School Voor Inlandshe Ambtenaren ( OSVIA ) dan Middlebare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren ( MOSVIA ). Para lulusannya sangat dibutuhkan dan dimanfaatkan untuk memperkuat penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda. Dimasa kedudukan pemerintah Hindia Belanda, penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda dibedakan atas pemerintahan yang langsung dipimpin oleh kaum atau golongan pribumi yaitu Binnenlands Bestuur Corps ( BBC ) dan pemerintahan yang tidak langsung dipimpin oleh kaum atau golongan dari keturunan Inlands Bestuur Corps ( IBC). Pada masa awal kemerdekaan RI, sejalan dengan penataan sistem pemerintahan yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar 1945, kebutuhan akan tenaga kader pamong praja untuk melaksnakan tugas-tugas pemerintahan baik pada pemerintah pusat maupun daerah semakin meningkat sejalan dengan tuntutan perkembangan penyelenggaraan pemerintahannya. Untuk memenuhi kebutuhan akan kekurangan tenaga kader pamong praja, maka pada tahun 1948 dibentuklah lembaga pendidikan dalam lingkungan Kementrian Dalam Negeri yaitu Sekolah Menengah Tinggi ( SMT ) Pangreh Praja yang kemudian berganti nama menjadi Sekolah Menengah Pegawai Pemerintahan Administrasi Atas ( SMPAA ) di Jakarta dan Makassar.
Pada Tahun 1952, Kementrian Dalam Negeri menyelenggarakan Kursus Dinas C (KDC) di Kota Malang, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan pegawai golongan DD yang siap pakai dalam melaksanakan tugasnya. Seiring dengan itu, pada tahun 1954 KDC juga diselenggarakan di Aceh, Bandung, Bukittinggi, Pontianak, Makasar, Palangkaraya dan Mataram. Sejalan dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan yang semakin kompleks, luas dan dinamis, maka pendidikan aparatur di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan tingkatan kursus dinilai sudah tidak memadai. Berangkat dari kenyataan tersebut, mendorong pemerintah mendirikan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada tanggal 17 Maret 1956 di Malang, Jawa Timur. APDN di Malang bersifat APDN Nasional berdasarkan SK Mendagri No. Pend.1/20/56 tanggal 24 September 1956 yang diresmikan oleh Presiden Soekarno di Malang, dengan Direktur pertama Mr. Raspio Woerjodiningrat. Mahasiswa APDN Nasional Pertama ini adalah lulusan KDC yang direkrut secara selektif dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan asal provinsi selaku kader pemerintahan pamong praja yang lulusannya dengan gelar Sarjana Muda (BA). Pada perkembangan selanjutnya, lulusan APDN dinilai masih perlu ditingkatkan dalam rangka upaya lebih menjamin terbentuknya kader-kader pemerintahan yang ” qualified leadership and manager administrative ”, terutama dalam menyelenggarakan tugas-tugas urusan pemerintahan umum. Kebutuhan ini mendorong pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan aparatur di lingkungan Departemen Dalam Negeri setingkat Sarjana, maka dibentuklah Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP ) yang berkedudukan di Kota Malang Jawa Timur berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 8 Tahun 1967, selanjutnya dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Nomor 119 Tahun 1967. Peresmian berdirinya IIP di Malang ditandai dengan peresmian oleh Presiden Soekarno pada tanggal 25 Mei 1967. Pada tahun 1972 Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP) yang berkedudukan di Malang Jawa Timur dipindahkan ke Jakarta melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 1972. Pada tanggal 9 Maret 1972, kampus IIP yang terletak di Jakarta di resmikan oleh Presiden Soeharto yang dinyatakan : ” Dengan peresmian kampus Institut Ilmu Pemerintahan, mudah-mudahan akan merupakan kawah candradimukanya Departemen Dalam Negeri untuk menggembleng kader-kader pemerintahan yang tangguh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ”. Seiring dengan pembentukan IIP yang merupakan peningkatan dari APDN Nasional di Malang, maka untuk penyelenggaraan pendidikan kader pada tingkat akademi, Kementrian Dalam Negeri secara bertahap sampai dengan dekade tahun 1970-an membentuk APDN di 20 Provinsi selain yang berkedudukan di Malang, juga di Banda Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Lampung, Bandung, Semarang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Mataram, Kupang, Makassar, Menado, Ambon dan Jayapura.
Pada tahun 1988, dengan pertimbangan untuk menjamin terbentuknya wawasan nasional dan pengendalian kualitas pendidikan Menteri Dalam Negeri Rudini melalui Keputusan No. 38 Tahun 1988 Tentang Pembentukan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri Nasional. APDN Nasional kedua dengan program D III berkedudukan di Jatinangor, Sumedang Jawa Barat yang peresmiannya dilakukan oleh Mendagri tanggal 18 Agustus 1990. APDN Nasional ditingkatkan statusnya berdasarkan Kepres No. 42 Tahun 1992 tentang Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri, maka status APDN menjadi STPDN dengan program studi D III yang diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 18 Agustus 1992. Sejak tahun 1995, bertititk tolak dari keinginan dan kebutuhan untuk lebih mendorong perkembangan karier sejalan dengan peningkatan eselonering jabatan dalam sistem kepegawaian Republik Indonesia, maka program studi ditingkatkan menjadi program D IV. Keberadaan STPDN dengan pendidikan profesi ( program D IV ) dan IIP yang menyelenggarakan pendidikan akademik program sarjana ( Strata I ), menjadikan Departemen Dalam Negeri memiliki dua (2) Pendidikan Pinggi Kedinasan dengan lulusan yang sama dengan golongan III/a. Kebijakan Nasional mengenai pendidikan tinggi sejak tahun 1999 antara lain yang mengatur bahwa suatu Departemen tidak boleh memiliki dua atau lebih perguruan tinggi dalam menyelenggarakan keilmuan yang sama, maka mendorong Departemen Dalam Negeri untuk mengintegrasikan STPDN ke dalam IIP . Usaha pengintegrasiaan STPDN kedalam IIP secara intensif dan terprogram sejak tahun 2003 sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pengintegrasian terwujud dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 tentang Penggabungan STPDN ke dalam IIP dan sekaligus merubah nama IIP menjadi Institut Ilmu Pemerintahan ( IPDN ). Tujuan penggabungan STPDN ke dalam IIP tersebu, selain untuk memenuhi kebijakan pendidikan nasional juga untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pendidikan kader pamong praja di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Kemudian Kepres No. 87 Tahun 2004 ditindak lanjuti dengan Keputusan Mendagri No. 892.22-421 tahun 2005 tentang Pelaksanaan Penggabungan dan Operasional Institut Pemerintahan Dalam Negeri, disertai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN dan Peraturan Menteri Dalam Negeri 43 Tahun 2005 Tentang Statuta IPDN serta peraturan pelaksanaan lainnya. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 tentang Penggabungan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri ke dalam Institut Ilmu Pemerintahan menjadi IPDN, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2009 tentang Statuta Institut Pemerintahan Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Bahwa IPDN merupakan salah satu komponen di lingkungan Kementerian Dalam Negeri yang melaksanakan tugas menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan.
E. Implementasi Sistem Manajemen Informasi dalam Penyelenggaraan Pendidikan Kader Pemerintahan Pamong Praja
Pendidikan kader pemerintahan pamong praja yang menjadi pusat perhatiannya adalah Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), yang notabene merupakan sebuah institusi pendidikan yang dimiliki oleh Kementerian Dalam Negeri untuk mencetak para kader pemerintahan dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaan pendidikan di IPDN, sistem manajemen informasi diberikan kepada para peserta didik dalam rangka memberikan pengetahuan kepada para peserta didik akan pentingnya suatu manajemen dalam informasi dalam rangka pelaksanaan pemerintahan. Selain itu sistem informasi manajem juga telah dikenalkan secara nyata oleh lembaga dalam hal ini IPDN kepada para peserta didiknya, dimana para peserta didik diberikan kesempatan dalam mengelola informasi dalam sebuah wadah website yang legal disiapkan oleh IPDN.
Di lingkungan IPDN penerapan sistem informasi manajemen juga dapat dijumpai pada suatu aktivitas para pesera didik yang diberikan suatu kemudahan untuk mendapatkan informasi yang ditata secara terpadu oleh IPDN. Para peserta didik dapat memperoleh informasi dengan cepat menggunakan layanan UPTIK (Unit Pelayanan Teknologi Informasi dan Komunikasi). Sehingga dapat dengan jelas bahwa implementasi manajemen sistem informasi dalam penyelenggaraan pendidikan kader pemerintahan pamong praja sudah diterapkan walaupun dengan beberapa keterbatasan yang masih terjadi.
Dalam sistem informasi manajemen telah kita pahami sebagai upaya penyediaan informasi berupa data dan fakta yang digunakan sebagai bahan pemudah dalam kehidupan manusia. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa informasi ini memiliki peranan penting dalam memudahkan setiap aktivitas manusia dalam rangka menyelesaikan masalah yang ada ataupun untuk mengantisipasi permasalahan yang akan terjadi.
Selain pelayanan dari segi informasi yang berorientasi kepada penyediaan data bagi peserta didik, penerapan manajemen informasi di IPDN juga ditunjukkan dengan adanya suatu sikap dari lembaga pendidikan IPDN untuk memberikan kemudahan komunikasi antara peserta didik dengan para pimpinan IPDN yang secara transparan dan terbuka melalui email praja yang disiapkan oleh IPDN.
Penerapan pelayanan informasi yang diterapkan di IPDN memiliki beberapa kekurangan diantaranya masih terbatasnya kemampuan IPDN dalam mencakup seluruh peserta didiknya, hal ini dikarenakan masih terbatasnya dana atau anggaran yang dimiliki serta masih kurangnya tenaga yang berkompete dalam hal pelayanan informasi. Namun secara umum pelaksanaan sistem informasi manajemen di IPDN sudah semakin baik.
Adapun kaitan pengenalan sistem informasi manajemen dalam pendidikan kader pemerintahan pamong praja adalah untuk menyiapkan para kader pemerintahan pamong praja yang handal dalam memanfaatkan sistem informasi yang diformulasikan dengan pengetahuan dan teknologi yang ada dalam rangka pelayanan publik yang maksimal dan baik. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam pendidikan ini memberikan bekal bagi para calon pemimpin pemerintahan daerah agar siap dalam mengelola apa saja yang ada di daerah yang tentunya memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi yang sedang berkembang.
F. Kesimpulan
Secara prinsip dapat dikatakan bahwa di era otonomi daerah ini, bidang komunikasi dan informasi mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam membangun dan mengembangkan kehidupan masyarakat di daerah-daerah. Dalam pelaksanaan otoda, diperlukan hubungan kerjasama timbal balik tidak hanya antara pihak Eksekutif dan Legislatif saja, tetapi juga dibutuhkan peran serta seluruh komponen masyarakat di daerah (LSM, perguruan tinggi, masyarakat adat serta para pelaku ekonomi) agar tercapai pemerintahan daerah yang mampu mengurus kepentingan masyarakat. Kontribusi masing-masing komponen masyarakat dalam menyikapi otoda dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sesuai dengan status dan perannya di dalam kehidupan masyarakat. Agar tercipta keterpaduan dan sinergi pembangunan daerah yang lebih partsipatif, diperlukan peranan komunikasi dan informasi yang mampu memperlancar arus informasi dan komunikasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, antar Daerah, Dunia Usaha, dan sektor-sektor lainnya.
Walapun masalah komunikasi dan informasi sudah lebih banyak diserahkan pada masyarakat, tetapi pemerintah tetap mempunyai tanggungjawab yang besar dalam menumbuhkembangkan bidang komunikasi dan informasi, termasuk mengembangkan keterbukaan informasi, kebebasan mengakses informasi, kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Diperlukan upaya yang keras dan terus-menerus untuk memberdayakan masyarakat di bidang komunikasi dan informasi dalam semua aspeknya.
Adapun kaitannya penerapan sistem manajemen dalam pendidikan kader pemerintahan pamong praja adalah memberikan bekal bagi para peserta didik yang disiapkan sebagai kader pemerintahan yang akan menjalankan rada pemerintahan di daerah, agar dalam melaksanakan tugasnya kelak adanya suatu sinergitas yang baik dalam pengambilan keputusan dengan keinginan masyarakat luas yang tentunya menggunakan metode sistem manajemen informasi.
Dalam pelaksanaan pendidikan kader pemerintahan pamong praja di IPDN manajemen sebuah informasi telah dilakukan secara nyata dan terpadu, para peserta didik selain diperkenalkan secara langsung mengenai manajemen sebuah informasi melalui situs legal yang disiapkan oleh IPDN, para peserta didik juga dapat memanfaatkan informasi yang dapat dengan mudah diakses melalui jaringan internet hot spot yang diisediakan hampir di setiap sudut kampus IPDN.
Sosiologi Masyarakat Desa dan Kota
SOSIOLOGI MASYARAKAT DESA DAN KOTA
(makalah mini oleh Kristoporus Dawi, sebagai pemenuhan Tugas Mata Kuliah Sosiologi Masyarakat Desa & Kota di IPDN semester V, Fakultas Politik Pemerintahan, Jurusan Kebijakan Pemerintahan Tahun 2011)
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Melihat dari berbagai aspek kehidupan yang terjadi di masyarakat pada saat ini, masih terjadinya beberapa fenomena pergeseran nilai, norma serta adat istiadat kaitannya dengan pemahaman tentang masyarakat desa dan kota. Hal tersebut dapat ditinjau dari ilmu sosiologi, dimana yang menjadi obyek adalah masyarakat yang dilihat dari hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.
Bertolak pada core of the problem dan reasoning yang ada, maka perlu pemahaman yang jelas mengenai konsep masyarakat kota dan desa yang ditinjau dari segi ilmu sosiologi. Jadi diharapkan adanya pemahaman yang mendasar agar tidak terjadi suatu penyimpangan dalam nilai, normadan adat istiadat yang ada dalam masyarakat kota maupun desa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada diatas, maka yang manjadi garis besar dalam pembahasan makalah mini ini adalah :
1. Apa definisi Sosiologi, masyarakat, desa dan kota?
2. Apa alasan pemahaman terhadap konsep sosiologi perdesaan dan perkotaan itu penting?
3. Bagaimana Konsep Sosiologi Desa dan Kota?
4. Bagaimana Komplesitas Masyarakat Desa Kota dalam perspektif Sosiologi?
5. Implementasi Good Rural and Urban governanace?
PEMBAHASAN
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi; gerak masyarakat dengan politik dan lain sebagainya (Pitirim Sorokin). Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari seluruh tingkah laku kehidupan manusia di suatu lingkungan yang di mana di dalamnya terdapat manusia-manusia lain yang saling berhubugan antara yang satunya dengan yang lainnya lagi, sehingga terjadi suatu interaksi di seluruh bidang kehidupan.
Masyarakat dalam konteks sosiologi adalah society. Kata society berasal dari istilah socius, artinya teman dalam mana di suatu pihak bermakna sebagai kawan, tetapi di lain pihak dapat berarti lawan. Dengan kata lain masyarakat dapat diartikan sebagai kawan atau sebagai lawan , mereka saling bergaul dan berinteraksi sehingga merupakan suatu sistem sosial yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Menurut Talcott Parson suatu kelompok dapat disebut masyarakat apabila memenuhi empat kriteria, yaitu (1) kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu; (2) rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi; (3) kesetiaan pada suatu sistem tindakan untuk bersama; (4) adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada. Sehingga kumpulan penghuni suatu asrama tidak dapat kita namakan masyarakat, karena mereka tidak dapat memproduksi kebutuhan pokok mereka seperti sandang dan pangan; usia kelompok ini biasanya tidak melebihi masa hidup salah seorang anggotanya; anggota asrama direkrut dari keluarga-keluarga dan bukan dari reproduksi; serta anggota asrama tidak terlibat dalam sosialisasi awal terhadap generasi penghuni asrama berikutnya.
Pengertian Desa menurut Sutardjo Kartodikusuma adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Sedangkan Kota menurut Wirth adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Masyarakat desa dan masyarakat kota secara sosiologis dapat ditelaah melalui konsep sistem sosial, sistem interaksi, pertukaran sosial dan saling ketergantungan. Konsep masyarakat itu adalah sama dengan saling ketergantungan antara sistem sosial, sistem interaksi dan sistem pertukaran sosial. (lexie M. Giroth, 2004 : 187).
Bertolak dari pengertian yang ada, maka kita dituntut untuk memahami secara mendalam mengenai konsep sosiologi masyarakat perdesaan dan perkotaan. Adapun alasannya adalah agar tidak terjadi penyimpangan atau pengalihan pemahaman kita akan nilai-nilai yang terkandung dalam interaksi yang terjadi baik di desa maupun di kota. Pemahaman konsep sosiologi terhadap desa dan kota dapat dihampiri antara lain melalui tipologi masyarakat dalam hubungannya dengan perdesaan dan perkotaan sebagai tempat tinggal penduduk yang mempengaruhi gaya hidup mereka.
Teori mengenai tipe masyarakat desa atau gemainschaft, community, komunitas, paguyuban, rural community, civic society dengan karakteristiknya adalah afektivitas, orientasi kolektif, partikularisme, askripsi dan diffuseness. Sedangkan masyarakat kota atau gesselchaft, society, societas, patembayan, urban community, civil society dengan karakteristiknya adalah netrali afektif, orientasi diri, universalisme, prestasi, dan specifitas. (Lexie M. Giroth, 2004 : 188)
Setelah mamahami konsep sosiologi masyarakat desa dan kota, maka yang menjadi core of the problem selanjutnya adalah adanya hubungan antara masyarakat desa dan masyarakat kota, dimana adanya interdependensi atau saling ketergantungan masyarakat baik yang bertempat tinggal di desa maupun di kota. Hal tersebut dapat digambarkan dengan adanya kertergantungan antara institusi yang ada dalam masyarakat baik desa maupun kota.
Interdependensi yang ditunjukkan baik antara institusi agama, ekonomi, politik, keluarga dan pendidikkan. Kelima institusi ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya, dan apabila ada yang tidak singkron maka akan terjadi ketimpangan antara masyarakat desa dan kota. Penekanan ini lebih menitik beratkan adanya keselarasan antara pola perilaku masyarakat baik desa dan kota, walau hanya dibatasi oleh ruang lingkupnya, yang berpengaruh kepada karakter atau perilaku masyarakatnya. Tetapi pada dasarnya masyarakat kota terdiri dari masyarakat desa terlebih dulu, maksudnya dikotapun masih ada pola perilaku masyarakat desa yang menitik beratkan kepada karakteristik afektivitas, orientasi kolektif, partikularisme, askripsi dan diffuseness.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia menjalani kehidupan didunia ini tidaklah bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri dalam artian butuh bantuan dan pertolongan orang lain , maka dari itu manusia disebut makhluk sosial. Oleh karena itu kehidupan bermasyarakat hendaklah menjadi sebuah pendorong atau sumber kekuatan untuk mencapai cita-cita kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan didesa maupun diperkotaan. Tentunya itulah harapan kita bersama, tetapi fenomena apa yang kita saksikan sekarang ini, jauh sekali dari harapan dan tujuan pembangunan Nasional negara ini, kesenjangan Sosial, yang kaya makin Kaya dan yang Miskin tambah melarat , mutu pendidikan yang masih rendah, orang mudah sekali membunuh saudaranya (dekadensi moral ) hanya karena hal sepele saja, dan masih banyak lagi fenomena kehidupan tersebut diatas yang kita rasakan bersama, mungkin juga fenomena itu ada pada lingkungan dimana kita tinggal.
Sehubungan dengan itu, barangkali kita berprasangka atau mengira fenomena-fenomena yang terjadi diatas hanya terjadi dikota saja, ternyata problem yang tidak jauh beda ada didesa, yang kita sangka adalah tempat yang aman, tenang dan berakhlak (manusiawi), ternyata telah tersusupi oleh kehidupan kota yang serba boleh dan bebas itu disatu pihak masalah urbanisasi menjadi masalah serius bagi kota dan desa, karena masyarakat desa yang berurbanisasi ke kota menjadi masyarakat marjinal dan bagi desa pengaruh urbanisasi menjadikan sumber daya manusia yang produktif di desa menjadi berkurang yang membuat sebuah desa tak maju bahkan cenderung tertinggal.
B. Saran - saran
Pembangunan Wilayah perkotaan seharusnya berbanding lurus dengan pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar terhadap pembangunan kota. Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem masalah yang terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat urbanisasi menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma yang sempit bahwa dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi bahagia dan sejahtera menjadi masalah serius. Problem itu tidak akan menjadi masalah serius apabila pemerintah lebih fokus terhadap perkembangan dan pembangunan desa tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan dipedesaan sekaligus mengalirnya investasi dari kota dan juga menerapkan desentralisasi otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada seluruh daerah untuk mengembangkan potensinya menjadi lebih baik, sehingga kota dan desa saling mendukung dalam segala aspek kehidupan
Kamis, 03 Maret 2011
Administrasi sebagai Total Sistem
Administrasi sebagai Total Sistem
Menganalisis administrasi sebagai suatu totalitas tidak lepas dari adanya subsistem yang menjadi komponen administrasi itu. Juga tidak lepas dari pembahasan tentang super sistem, yaitu faktor-faktor yang berada di luar administrasi akan tetapi mempunyai tekanan pengaruh terhadap administrasi itu.
Beberapa subsistem yang mungkin terdapat dalam administrasi adalah
1. Subsistem struktural. Artinya adanya susunan organisasi yang memudahkan penjabaran tugas pokok dan fungsi serta mempermudah pembagian wewenang dan tanggung jawab.
2. Subsistem fungsional. Administrasi kepegawaian, administrasi keuangan, administrasi logistic, administrasi perencanaan dan sejenisnya merupakan contoh dari subsistem fungsional.
3. Subsistem sektoral. Beberapa contoh dari subsistem sektoral adalah administrasi pertanian, administrasi industry, administrasi kesehatan, administrasi pendidikan, dan sebagainya.
Super sistem yang mempengaruhi administrasi . administrasi tidak akan pernah bergerak hampa. Oleh karena itu sistem administrasi yang baik adalah administrasi yang selalu memperhitungkan tekanan pengaruh dari faktor-faktor yang meskipun berada diluar administrasi akan tetapi pasti uturut menentukan derajat ketangguhan administrasi itu sebagai suatu total sistem.
Ada depalan super sistem yang harus selalu diperhitungkan yaitu:
1. Super sistem yang bersifat geografis. Implikasi dari factor geografis terhadap pembinaan dan pengembangan sistem administrasi terlihat pada dua bidang utama yaitu komunikasi dan transportasi.
2. Penduduk sebagai Super Sistem. Bertitik tolak dari filsafat bahwa pembangunan adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan adalah untuk seluruh rakyat Indonesia, jelas bahwa faktor penduduk merupakan satu super sistem yang tidak bisa tidak diperhitungkan.
3. Kekayaan alam sebagai super sistem. Satu bangsa yang dikaruniai dengan kekayaan alam yang melimpah, sungguh adalah satu bangsa yang sangat berbahagia. Sistem administrasi yang perlu dikembangkan oleh suatu Negara yang tidak memiliki kekayaan alam akan sangat berbeda dengan suatu Negara yang memiliki kekayaan alam, apa lagi jika kekayaan alamnya melimpah.
4. Ideologi sebagai super sistem. Administrasi sebagai total sistem hanya akan terbina secara tangguh apabila pembinaan sistem administrasi itu dilandaskan atas suatu ideologi dan falsafah bangsa yang bersangkutan. Bagi Indonesia landasan bagi pembinaan dan pengembangan sistem administrasi yang bulat adalah Pancasila dengan seluruh sila-silanya sebagai suatu kesatuan yang bulat.
5. Sistem politik sebagai super sistem. Apabila proses politik telah selesai maka mulailah proses administrasi. Ungkapan itu telah menunjukkan dengan jelas adanya hubungan yang sangat erat antara proses politik dengan proses administrasi. Bahkan boleh dikatakan bahwa proses administrasi merupakan tindak lanjut dari prioses politik.
6. Faktor ekonomi sebagai super sistem. Mebicarakan faktor ekonomoi sebagai super sistem terhadap administrasi sebagai total sistem berarti menyangkut beberapa masalah administrasi yang jelas dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Masalah-masalah administrasi tersebut antara lain yaitu:
a. Masalah produktivitas,
b. Masalah efisiensi,
c. Masalah penegakan disiplin,
d. Masalah kegairahan bekerja, dan
e. Masalah loyalitas.
7. Faktor sosial budaya sebagai super sistem. Berbicara mengenai faktor sosial budaya sebagai super sistem terhadap administrasi pada hakikatnya berbicara mengenai nilai-nilai sosial yang hidup dalam suatu masyarakat. Sangat sulit untuk menentukan nilai-nilai tersebut tidak dapat dirumuskan atas dasar generalisasi. Baik buruknya suatu nilai sosial tergantung pada kenyataan apakah nilai itu diterima atau ditolak oleh masyarakat.
8. Ketahanan nasioanl sebagai super sistem. Ketahanan nasional dalam berbagai bidang harus didukung oleh suatu ketahanan nasional di bidang administrasi. Pentingnya ketahanan nasional sebagai salah satu super sistem harus diperhitungkan. Pada hakikatnya ketahanan nasional dalam berbagai bidang tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi
Sumber: Peranan Staf dalam Manajemen (Prof. Dr. Sondang P. Siagian)
Menganalisis administrasi sebagai suatu totalitas tidak lepas dari adanya subsistem yang menjadi komponen administrasi itu. Juga tidak lepas dari pembahasan tentang super sistem, yaitu faktor-faktor yang berada di luar administrasi akan tetapi mempunyai tekanan pengaruh terhadap administrasi itu.
Beberapa subsistem yang mungkin terdapat dalam administrasi adalah
1. Subsistem struktural. Artinya adanya susunan organisasi yang memudahkan penjabaran tugas pokok dan fungsi serta mempermudah pembagian wewenang dan tanggung jawab.
2. Subsistem fungsional. Administrasi kepegawaian, administrasi keuangan, administrasi logistic, administrasi perencanaan dan sejenisnya merupakan contoh dari subsistem fungsional.
3. Subsistem sektoral. Beberapa contoh dari subsistem sektoral adalah administrasi pertanian, administrasi industry, administrasi kesehatan, administrasi pendidikan, dan sebagainya.
Super sistem yang mempengaruhi administrasi . administrasi tidak akan pernah bergerak hampa. Oleh karena itu sistem administrasi yang baik adalah administrasi yang selalu memperhitungkan tekanan pengaruh dari faktor-faktor yang meskipun berada diluar administrasi akan tetapi pasti uturut menentukan derajat ketangguhan administrasi itu sebagai suatu total sistem.
Ada depalan super sistem yang harus selalu diperhitungkan yaitu:
1. Super sistem yang bersifat geografis. Implikasi dari factor geografis terhadap pembinaan dan pengembangan sistem administrasi terlihat pada dua bidang utama yaitu komunikasi dan transportasi.
2. Penduduk sebagai Super Sistem. Bertitik tolak dari filsafat bahwa pembangunan adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan adalah untuk seluruh rakyat Indonesia, jelas bahwa faktor penduduk merupakan satu super sistem yang tidak bisa tidak diperhitungkan.
3. Kekayaan alam sebagai super sistem. Satu bangsa yang dikaruniai dengan kekayaan alam yang melimpah, sungguh adalah satu bangsa yang sangat berbahagia. Sistem administrasi yang perlu dikembangkan oleh suatu Negara yang tidak memiliki kekayaan alam akan sangat berbeda dengan suatu Negara yang memiliki kekayaan alam, apa lagi jika kekayaan alamnya melimpah.
4. Ideologi sebagai super sistem. Administrasi sebagai total sistem hanya akan terbina secara tangguh apabila pembinaan sistem administrasi itu dilandaskan atas suatu ideologi dan falsafah bangsa yang bersangkutan. Bagi Indonesia landasan bagi pembinaan dan pengembangan sistem administrasi yang bulat adalah Pancasila dengan seluruh sila-silanya sebagai suatu kesatuan yang bulat.
5. Sistem politik sebagai super sistem. Apabila proses politik telah selesai maka mulailah proses administrasi. Ungkapan itu telah menunjukkan dengan jelas adanya hubungan yang sangat erat antara proses politik dengan proses administrasi. Bahkan boleh dikatakan bahwa proses administrasi merupakan tindak lanjut dari prioses politik.
6. Faktor ekonomi sebagai super sistem. Mebicarakan faktor ekonomoi sebagai super sistem terhadap administrasi sebagai total sistem berarti menyangkut beberapa masalah administrasi yang jelas dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Masalah-masalah administrasi tersebut antara lain yaitu:
a. Masalah produktivitas,
b. Masalah efisiensi,
c. Masalah penegakan disiplin,
d. Masalah kegairahan bekerja, dan
e. Masalah loyalitas.
7. Faktor sosial budaya sebagai super sistem. Berbicara mengenai faktor sosial budaya sebagai super sistem terhadap administrasi pada hakikatnya berbicara mengenai nilai-nilai sosial yang hidup dalam suatu masyarakat. Sangat sulit untuk menentukan nilai-nilai tersebut tidak dapat dirumuskan atas dasar generalisasi. Baik buruknya suatu nilai sosial tergantung pada kenyataan apakah nilai itu diterima atau ditolak oleh masyarakat.
8. Ketahanan nasioanl sebagai super sistem. Ketahanan nasional dalam berbagai bidang harus didukung oleh suatu ketahanan nasional di bidang administrasi. Pentingnya ketahanan nasional sebagai salah satu super sistem harus diperhitungkan. Pada hakikatnya ketahanan nasional dalam berbagai bidang tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi
Sumber: Peranan Staf dalam Manajemen (Prof. Dr. Sondang P. Siagian)
Langganan:
Postingan (Atom)